Hok Lay, Kafe Gaul di Malang Sejak 1946 Hingga Era Milenial
- VIVA/Lucky Aditya (Malang)
VIVA – Hok Lay adalah nama cafe favorit bagi masyarakat Kota Malang, Jawa Timur. Dulunya Hok Lay adalah tempat tersohor di Jalan Kiai Haji Ahmad Dahlan, Klojen. Salah satu kafe legendaris ini berdiri setahun setelah Indonesia merdeka, tepatnya pada tahun 1946.
"Kalau dulu di tahun 1946, di Kota Malang ini ya hanya ada tiga kafe. Di Toko Oen, Hok Lay, dan Marhen. Sekarang tinggal Toko Oen dan Hok Lay yang masuk kafe atau wisata heritage di Malang," kata Budiman Suriwijaja (60 tahun) pengelola Hok Lay, Selasa, 13 November 2018.
Budiman mengaku dirinya adalah generasi ketiga pengelola Hok Lay. Kafe ini didirikan kakeknya, NJ.DJ Tio Hoo Poo pada tahun 1946. Sejak awal, resto atau kafe ini menjual makanan legendaris cwi mie khas Malang, lumpia, dan minuman legendaris fosco.
Dari awal yang dijual Hok Lay fokus pada tiga makanan itu. Cwi mie merupakan makanan menyerupai mie pangsit, lumpia adalah jajanan berisi rebung, wortel dan disandingan saus tauco, sedangkan fosco adalah minuman susu cokelat menyerupai karamel.
"Sekarang sih ada menu-menu tambahan. Tapi paling legendaris ya cwi mie, lumpia dan fosco. Untuk fosco ini memang ciri khasnya pakai botol Coca-Cola tapi isinya bukan soda, isinya susu cokelat. Jadi kita hanya pakai botolnya saja," ujar Budiman.
Hok Lay sendiri berarti rezeki. Kafe ini tidak pernah berpindah tempat atau pun membuka cabang di daerah lain. Kafenya sendiri hanya berukuran 4x8 meter, sederhana dengan 6 meja dan 6 kursi di masing-masing meja.
"Tidak ada yang berubah. Dari dulu ukurannya segini, meja juga tetap orisinil, kursi orisinil, semua dari kayu jati. Bangunan mulai pintu, hingga ubin juga masih orisinil sejak rumah berdiri. Hanya renovasi di beberapa bagian saja, seperti atap," tutur Budiman.
Budiman mengatakan jalan kakeknya merintis usaha tidaklah mudah. Awalnya pada tahun 1936 kakeknya berjualan es puding di depan rumah. Baru 10 tahun kemudian kakeknya merintis resto bernama Hok Lay.
"Suasana masih sama persis seperti pertama didirikan. Kami tidak merenovasi karena kami pertahankan suasana heritage itu. Kami tidak ingin mengubah menjadi kafe atau resto modern, karena kami punya nilai historis," kata Budiman.
Budiman mengaku menjadi saksi betapa ramainya Hok Lay di era tahun 1950 hingga 1970-an. Saat itu hampir setiap hari pengunjung kafe mengantre. Bahkan antrean itu hingga meluber di luar kafe saat akhir pekan tiba. Maklum, saat itu di Kota Malang sulit menemukan tempat nongkrong.
"Puncak jayanya Hok Lay ya ditahun 1950 sampai 1970an Saat itu saingannya tidak banyak. Sampai ngantre tempat, karena ini kan dulu pusat kota dekat alun-alun. Tapi kalau sekarang banyak pesaing, banyak kafe modern," ujar Budiman.
Pengunjung paling banyak berasal dari luar kota, bahkan hingga luar negeri. Pengunjung luar kota kebanyakan, merupakan warga Malang namun sudah berdomisili di luar Malang. Tujuan ke Hok Lay adalah bernostalgia mengenang kisah menyantap hidangan lezat Hok Lay.
Sedangkan pengunjung luar negeri kebanyakan dari Belanda, Jerman dan beberapa negara Eropa. Karena Hok Lay merupakan tujuan wisata heritage di Malang. Sesuai tradisi keluarga, kafe ini buka pada pukul 09.00 hingga 13.30 WIB, kemudian buka lagi pada pukul 17.00 sampai 21.00 WIB.
"Ya, kebanyakan datang ke sini itu mau nostalgia. Ada yang dulu pernah pacaran di sini. Ada juga yang pernah diajak orangtua, biasanya habis nyekar ke makam terus ke sini mumpung liburan di Malang," tutur Budiman.
Salah satu pelanggan yang paling sering berkunjung ke Hok Lay sejak masih muda hingga sekarang adalah Tinton Soeprapto atau ayah mantan pembalap Ananda Mikola dan Moreno Soeprapto. Setiap kali ke Malang, keluarga Tinton sering mampir ke Hok Lay.
"Karena Pak Tinton mungkin orang Malang ya. Jadi kalau sedang ke Malang berkunjung ke sini. Kuncinya, atau pesan dari kakek adalah konsistensi rasa harus dijaga. Kami tidak akan membuka cabang, tapi menyiapkan generasi penerus untuk mengelola Hok Lay," kata Budiman.