Kedelai Impor atau Lokal, Mana Lebih Sehat?
- Pixabay/Jing
VIVA – Tingkat penyakit tidak menular seperti obesitas di Indonesia cukup tinggi. Dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, sebesar 15,4 persen penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas mengalami obesitas.
Obesitas berdampak pada kesehatan, mulai dari risiko jantung, hipertensi, gangguan napas, osteoartritis, stroke hingga kanker. Melihat dampak bahaya yang menyerang orang dengan obesitas itu, membuat masyarakat mulai sadar untuk hidup sehat.
Selain rajin melakukan olahraga, masyarakat pun mulai gencar untuk mengubah pola makan menjadi lebih sehat dan teratur. Tidak heran jika saat ini untuk menemukan makanan sehat semakin mudah, termasuk untuk menemukan camilan. Ya, kebiasaan ngemil makanan manis dan gurih berperan besar menjadi penyebab obesitas.
Beberapa perusahaan kenamaan pun menyuguhkan produk camilan berbentuk bar yang kaya akan protein dan diklaim lebih sehat. Salah satunya camilan bar yang berbahan baku utama kedelai dan buah-buahan.
Namun sayangnya, untuk membuat camilan bar tersebut, bahan dasar kedelai dan buah-buahan masih harus diimpor.
Seperti yang dilakukan PT Otsuka, produsen camilan bar SOYJOY, pihaknya memilih bahan baku impor dari Kanada.
Presiden Direktrur PT Amerta Indah Otsuka, Yoshihiro Bando saat ditemui VIVA di Pabrik SOYJOY Kejayen Pasuruan Jawa Timur menjelaskan bahwa hingga saat ini, kualitas kacang kedelai di Indonesia belum memenuhi standar dari produknya. Beberapa kriteria di antaranya adalah soal rasa kedelai Indonesia.
"Rasanya kurang begitu enak," kata dia kepada awak media.
Di sisi lain, Head of Marketing SOYJOY, Evy Christina Setiawan kepada VIVA menjelaskan bahwa kedelai asal Kanada yang diimpor untuk bahan baku camilan bar hingga saat ini dinilai masih baik.
"Karena kami punya spek khusus untuk kedelainya dan sampai saat ini yang memenuhi itu baru dari Kanada kita mencari kedelai lokal belum ketemu sampai sekarang," kata dia.
Selain itu, menggunakan kedelai impor kata dia lantaran kedelai tersebut merupakan jenis kedelai yang bukan hasil dari rekayasa genetik (Genetic Modified Organizm/ GMO). Mengingat kata dia, pihaknya tidak menggunakan kedelai GMO untuk produknya tersebut.
"Rata-rata kedelai lokal yang diolah seperti makanan sehari-hari tahu tempe umumnya rata-rata kedelai GMO salah satu kriteria itu. Tapi kualitas kandungan gizi belum begitu baik," jelas dia.
Beberapa kriteria seperti cara penanaman, kualitas pupuk dan letak geografis memengaruhi kualitas dari kedelai itu sendiri.
"Kami punya tim riset yang tengah mengembangkannya dengan petani lokal. Ke depan akan cari kedelai lokal," jelas dia.