Tempe Disulap Jadi Cookies, Pizza, hingga Puding, Cobain Yuk!
- Dok. VIVA/ Alika
VIVA – Siapa yang tak kenal tempe? Kudapan yang berasal dari kedelai yang difermentasi ini begitu akrab di lidah masyarakat Indonesia.
Selama ini kita mengenal tempe sebagai lauk makan setelah diolah menjadi tempe goreng, semur, bacem, tempe orek, sambal goreng, dan camilan kripik tempe.
Namun tak hanya itu. Anda mungkin tak menyangka bahwa tempe ternyata bisa dijadikan kudapan lain yang bercita rasa unik dan belum banyak dikenal masyarakat umum.
Di tangan para ibu di Rumah Tempe Srikandi Geneng, Klaten, Jawa Tengah, tempe dikreasikan menjadi cookies, puding, pizza, kroket, dan risoles. VIVA dalam kunjungan bersama Health Nutrition Journalist Academy (HNJA) 2018 bersama AJI dan Danone, pada 30 Juni 2018, berkesempatan mencicipi satu per satu olahan tempe yang telah diolah menjadi aneka kue tersebut.
Cookies tempe menjadi yang paling memancing penasaran ketika aneka olahan makanan berbahan dasar tempe itu disajikan dalam nampan bambu berlapis daun pisang. Rasa cookies, berbentuk bulat dengan diameter kurang lebih seruas jari itu ternyata di luar dugaan.
Begitu digigit, sentuhan rasa manis yang pas, berbaur dengan lembutnya tekstur cookies, ditambah bulir-bulir kedelai dari tempe yang renyah, benar-benar memberi sensasi berbeda di lidah. Bagi penggemar kudapan unik, kukis tempe ini sangat direkomendasikan menjadi pilihan.
Begitu juga dengan pizza tempe. Kelompok ibu-ibu Srikandi Geneng yang diketuai Selly Marviana berhasil mematahkan anggapan bahwa tempe adalah makanan kelas dua yang sama sekali tidak bergengsi. Untuk pizza tempe mini yang mereka buat, potongan tempe digunakan sebagai topping bersama bahan lain seperti keju, bawang bombay, sosis. Rasanya tak mengecewakan, berkat racikan topping lezat dan roti bertekstur sedang.
Kelompok Rumah Tempe Srikandi Geneng merupakan binaan dari program Corporate Social Responsibility PT Sarihusada Generasi Mahardika yang mendirikan pabrik pengolahan susu tak jauh dari desa Geneng. Tempe produksi mereka diberi merek Tempe Echosari.
Berbeda dengan tempe di pasaran, Tempe Echosari diproses dengan mengedepankan kualitas bahan baku serta mekanisme pengolahan secara higienis. Hasilnya, tempe Echosari memiliki keistimewaan, yaitu awet segar dan tahan lama hingga dua minggu. Tak seperti tempe pada umumnya yang biasanya sudah 'lawas' atau busuk di usia penyimpanan 3 hari.
"Itu biasanya karena kedelai yang digunakan tidak disortir, masih ada tunasnya. Tempe yang tidak awet itu biasanya karena masih ada campuran-campurannya di kedelai, proses pembuatannya juga kurang higienis. Kalau kami mencucinya pun sudah menggunakan mesin untuk memisahkan kulit ari dan tunas dari kedelai," kata Selly.
Satu pak Tempe Echosari dibanderol dengan harga Rp3 ribu. Hingga kini usaha Rumah Tempe Srikandi Geneng dapat menghasilkan kurang lebih 30 Kg tempe dalam sehari dan mampu meraup omset hingga Rp50 juta. (ch)