Sambut Imlek, Seribu Bakpia Dibagikan di Malioboro
- VIVA/Daru Waskita (Yogyakarta)
VIVA – Menjelang perayaan Imlek, produsen bakpia berbagi makanan khas Yogyakarta ini di Jalan Malioboro, Rabu, 14 Februari 2018 sekitar pukul 10.00 WIB.
Puluhan warga keturunan Tionghoa yang tinggal di Yogyakarta menggunakan pakaian tradisional Tionghoa bernuansa merah ini bersiap memberikan 1.000 bakpia gratis.
Selain menyambut Imlek, kegiatan ini juga dilakukan bertepatan dengan tanggal 14 Februari yang merupakan Hari Kasih Sayang. Itu ternyata dilakukan untuk berbagi kasih bagi masyarakat Yogya dan juga wisatawan.
"Ini kejutan. Pertama datang ke Malioboro dapat gratis bakpia makanan khas Yogya," kata Tenti, wisatawan dari Makassar yang kebetulan berwisata ke Malioboro.
Tenti mengaku bakpia menjadi makanan khas yang wajib dibeli saat berkunjung ke Yogyakarta untuk oleh-oleh keluarga atau tetangga di Makassar.
"Wajib beli bakpia kalau pas berkunjung ke Yogya. Sering-sering sajalah acara bagi-bagi bakpia gratis," ujarnya.
Wisatawan asing juga tak ketinggalan mendapat bakpia gratis. Salah satunya adalah Bernard, wisatawan asal Inggris.
"Yogyakarta tetap aman dan nyaman," katanya.
Salah satu pengusaha bakpia asal Yogyakarta yang mempelopori pembagian 1.000 bakpia gratis, Benyamin Siek Fendy Sanjaya mengatakan, bahwa kegiatan ini merupakan ungkapan kegembiraan karena sebentar lagi Imlek akan tiba.
"Imlek selalu jatuh pada bulan Februari dan bulan tersebut merupakan musim panen buah dan kita ingin berbagi rezeki dan kebahagiaan kepada masyarakat Yogya," ujar Sanjaya yang juga pemilik bakpia djaVa.
Pemberian bakpia gratis ini juga sangat tepat karena bersamaan dengan Hari Kasih Sayang. Yogyakarta yang sempat ternodai dengan aksi penyerangan gereja diharapkan segera pulih dan kasih sayang sesama warga Yogya tetap terjaga.
"Kita ingin juga menunjukkan bahwa Yogya itu aman untuk dikunjungi oleh wisatawan," katanya.
Sejarah Bakpia
Berdasarkan informasi yang dihimpun, bakpia masuk ke Yogyakarta dibawa oleh seorang pria Tionghoa bernama Kwik Sun Kwok pada 1940-an. Ia mencoba berdagang jajanan khas Tionghoa yakni bakpia.
Semula bakpia merupakan piala berisi bak atau daging babi. Akan tetapi, masyarakat Jawa yang tidak mengonsumsi daging babi membuat makanan itu mengalami akulturasi. Isinya bukan lagi daging babi, melainkan kacang hijau.
Cara memasaknya pun tidak lagi menggunakan minyak babi, melainkan dengan dipanggang menggunakan arang. Kwik membeli arang dari temannya yang juga merupakan orang Tionghoa bernama Liem Bok Sing.
Kwik menjual bakpia dengan menyewa sebidang lahan dari orang Jawa bernama Niti Gurnito di kampung Suryowijayan.
Pada 1960-an, Kwik wafat. Niti Gurnito dan Liem membuat usaha bakpia di tempatnya masing-masing. Liem membuka toko bakpia di Jalan KS Tubun Nomor 75 yang kini dikenal dengan Bakpia Pathuk 75.
Kue yang bentuknya kecil dan bulat dan warna putih kecoklat-coklatan semakin dikenal oleh masyarakat dan wisatawan pada tahun 1980-an. Warga Kampung Sanggrahan yang dulu bekerja di Bakpia Pathuk 75 mulai keluar dari pegawai dan memproduksi Bakpia sendiri. (mus)