Cikal Bakal Lumpia Semarang dari Kampung Brondongan
- VIVA.co.id/Dwi Royanto
VIVA – Bicara lumpia, tentu orang tertuju pada Kota Semarang di Jawa Tengah. Kudapan khas gulungan tepung berisi rebung atau daging itu sudah sangat legendaris, ada sejak abad ke-19.
Cikal bakal lahirnya lumpia bisa ditengok di sebuah kampung bernama Brondongan, Kelurahan Kebonagung Semarang. Kampung tersebut menjadi titik awal pencetus lumpia yakni Mbok Wasih bersama suaminya orang Tionghoa Tjoa Thay Joe. Dari keduanya terciptalah lumpia Semarang yang merupakan kuliner perpaduan Jawa-Tionghoa.
Bisnis lumpia di kampung Brondongan rupanya masih lestari hingga kini. Satu yang legendaris adalah keberadaan pengrajin rebung yang memasok isian lumpia di seluruh Semarang. Lokasinya berada di sebuah rumah RT 08 RW 3 kampung Brondongan.
Saat menginjakkan kaki di kawasan ini, akan tercium bau rebung yang sangat menyengat. Terlihat pula, kesibukan sejumlah orang mencampur tumpukan rebung sebagai bahan isian lumpia.
Zainal Abidin salah satunya. Pria yang telah puluhan tahun berbisnis rebung itu mengaku tak pernah sepi pelanggan mendapatkan pesanan rebung tiap harinya.
"Kalau sehari saya dapat pesanan dua kuintal. Salah satunya lumpia Gang Lombok yang jadi langganan," ujar Zainal kepada VIVA, Selasa, 30 Januari 2018.
Menurutnya, salah satu tradisi lumpia yang lestari hingga kini adalah pengolahan rebung yang tetap memakai cara manual tenaga manusia. Tradisi itu tetap dipertahankan mengingat ciri khas rasa rebung akan terjaga dibanding jika diolah menggunakan alat atau mesin modern.
Ia menjelaskan, bahan rebung muda yang sudah dicuci bersih biasanya diolah hingga satu bulan. Lamanya waktu itu karena proses fermentasi rebung harus maksimal agar menghilangkan getah saat diperas.
"Saya sendiri dapat bahan baku dari Demak, Magelang serta Kabupaten Wonosobo. Rebung yang kita olah juga harus pilihan," jelas Zainal.
Rumitnya cara mengolah rebung, lanjut dia, yang menjadikan kuliner lumpia original itu tetap khas hingga kini. Untuk satu kilogram rebung Zainal mematok dengan harga Rp10.500.
"Di kampung Brondongan sendiri ada sekitar 15 warga yang bisnis rebung. Pelanggannya sudah ada sejak dulu, " ujarnya.
Sementara Lurah Kebonagung, Subiyanto, menyebut, kampung Brondongan memang sudah legendaris sebagai kampung cikal bakal lumpia Semarang. Hal itu tak lepas dari asal usul pembuat lumpia di kampung itu yakni Mbok Wasih dan suaminya Tjoa Thay Joe. Para keturunan keduanya bahkan kini masih banyak meneruskan bisnis lumpia ternama di beberapa lokasi di Semarang.
"Selain sebagai cikal bakal Lumpian kampung Brondongan juga telah dikukuhkan sebagai Kampung Edukasi Lumpia sejak Desember kemarin," jelas Subiyanto.
Ia berharap dengan slogan Kampung Edukasi Lumpia di wilayahnya, akan semakin membuat masyarakat tambah sejahtera. Selain itu kampung lumpia juga dapat menarik wisatawan dalam dan luar negeri.
"Kami sudah membentuk pengurus untuk mempromosikan sentra pembuatan lumpia. Wisatawan bisa melihat pembuatan rebung sampai menggulung kulit lumpia," ujar dia.