Kenali Ciri Iklan Kesehatan Hoax di Media
- ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma
VIVA – Iklan memiliki daya persuasi dan pengaruh kuat terhadap persepsi dan perilaku, apalagi dengan intensitas paparan yang sangat tinggi. Termasuk juga iklan kesehatan yang marak beredar di berbagai media.
Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Untung Suseno, iklan dan publikasi kesehatan yang memberikan informasi keliru dan berita bohong, serta menyesatkan, merupakan iklan hoax.
“Oleh karenanya iklan kesehatan sebagaimana hoax kesehatan lain harus diawasi, ditindak, diperangi dan tidak boleh dibiarkan,” kata Untung, di sela acara Penandatanganan MoU Pengawasan Iklan dan Publikasi Bidang Kesehatan di Gedung Kementrian Kesehatan, Jakarta, Selasa 19 Desember 2017.
Aneka ragam pemasangan iklan dan publikasi kesehatan, lanjut Untung sangat mudah ditemukan, baik di media cetak, elektronik dan media digital. Di televisi misalnya, sering ditemukan berbagai iklan pengobatan tradisional dan alternatif, talkshow kesehatan, obat, perbekalan kesehatan dan rumah tangga (PKRT), hingga produk yang mengklaim bermanfaat untuk kesehatan.
Iklan hoax dapat dicirikan di antaranya disampaikan secara berlebihan dan bersifat superlatif. Kemudian ada testimoni pengguna atau klien dan hadirnya dokter yang bertindak sebagai endorser.
Biasanya pengiklan mengklaim proses pengobatan atau produk obat yang dijual bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Padahal, proses penyembuhan tergantung kondisi tubuh dan penyakit yang diderita.
"Semua proses penyembuhan dan obat atau alat yang digunakan tidak bisa disamaratakan," lanjutnya.
Selain itu, terkait obat herbal, harus terlebih dahulu dibuktikan secara ilmiah keamanannya. Di antaranya perlu uji toksisitas akut, kronik, dan teratogenik. Obat herbal juga perlu diuji dosis, cara penggunaan, efektivitas, monitoring efek samping, dan interaksi dengan senyawa obat lain.
Iklan hoax biasanya memberi kesan ilmiah melalui gambar, video dan grafis berupa anatomi tubuh dan penyakit. Iklan ini memanipulasi keawaman penonton dengan sengaja menimbulkan kekhawatiran pada penyakit tertentu.
Untung menekankan iklan dan publikasi kesehatan tersebut tidak saja melanggar peraturan perundang-undangan dan etika pariwara, konsumen yang percaya akan tersesat dan bisa mendapatkan dampak buruk yang tak diinginkan. Alih-alih mendapatkan manfaat, sebaliknya konsumen tersesat dengan informasi keliru dan mendapatkan kerugian materi dan non materi.
“Bahkan jika awalnya konsumen berniat mencari pengobatan, sebaliknya yang diperoleh penyakit semakin parah karena tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan sebagaimana mestinya,” tegasnya.
Untuk memerangi maraknya iklan kesehatan hoax ini, Kementrian Kesehatan pun melakukan penandatanganan MoU Pengawasan Iklan dan Publikasi Bidang Kesehatan.
MoU ditandatangani oleh Sekjen Kemenkes Untung Suseno dengan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementrian Komunikasi dan Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementrian Perdagangan, Syahrul Mamma, Sekretaris Utama BPOM Reri Indriani, Ketua Lembaga Sensor Film Ahmad Yani Basuki, Kepala Sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia, Maruli Matondang, Ketua Presidium Dewan Periklanan Indonesia Sancoyo Antarikso, dan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi.
Selama 2017 ini, Kementrian Kesehatan telah melayangkan tujuh surat permohonan penghentian iklan ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) terkait iklan pengobatan tradisional Jeng Ana, Givana, Eyang Gentar, Mega 6 Far, Herbal Putih, Jeido Power Mat, Iklan Pengobatan Tradisional Chuan Shan Yao Bioin, dan Iklan Klinik Zona Terapi.
Selain itu, kata Untung, pengawasan iklan dan publikasi kesehatan tidak cukup hanya tingkat hilir, melainkan bersama-sama pada tingkat hulu. Itulah mengapa para pemangku kepentingan dalam nota kesepahaman ini mewakili tingkat hulu dan hilir dari iklan dan publikasi kesehatan.
Selain itu, edukasi dan partipasi publik menyokong besar pada keberhasilan pengawasan iklan dan publikasi kesehatan ini. Hal ini yang mendorong dilaksanakan sosialisasi pengawasan iklan/publikasi bidang kesehatan setelah penandatangan nota kesepahaman.
“Kita sama-sama berharap, maju bersama dalam pemahaman yang sama tentang iklan dan publikasi kesehatan demi melindungi masyarakat dalam pelayanan kesehatan,” kata Untung.