Bahaya Hipertensi Kehamilan pada Ibu dan Janin
- Pixabay/Pexels
VIVA – Darah tinggi atau hipertensi, biasanya menjadi pemicu para ibu agar segera melahirkan calon bayinya. Hal ini disebabkan oleh bahaya pada ibu dan janin yang bisa sebabkan kejang hingga kematian.
Kondisi preeklampsia pada ibu hamil, ditandai dengan beberapa gejala, yakni bengkak di beberapa area tubuh, tensi tinggi, dan gangguan pembekuan darah. Kondisi tersebut membuat pembuluh darah ibu menyempit dan memicu janin kekurangan oksigen.
"Pada ibu, preeklampsia bisa memicu kejang pada ibu dan berdampak pada kematian. Sama dengan janin, dampaknya turut berbahaya yakni kondisi pertumbuhan janin terhambat (PJT), yang berujung pada kematian. Maka, janin harus segera dilahirkan," ujar Konsultan Fetomaternal dari RSAB Harapan Kita, dr. Irvan Adenin, SpOG(K), ditemui di kawasan Plaza Senayan, Jakarta.
Dilanjutkannya, PJT dapat berdampak fatal pada janin. 26 persen bayi meninggal diakibatkan adanya gangguan pertumbuhan janin. Bahaya PJT adalah janin meninggal dan janin kejang-kejang karena kurang oksigen.
"Dampak kekurangan oksigen pada janin juga antara lain retardasi mental janin, cerebral palsy (gangguan gerak), dan jika dilahirkan, saat dewasa akan berisiko diabetes dan hipertensi," tuturnya.
Kendati demikian, Irvan menegaskan bahwa 70 persen kematian bayi akibat PJT dapat dicegah, jika kelainan dikenali sebelum usia 34 minggu. Pembuluh darah memegang peran penting dalam menyalurkan oksigen, dan nutrisi dari ibu ke janin, sehingga harus dipastikan pembuluh darah ibu hingga ke pembuluh darah perifer harus dalam kondisi sehat (tidak menyempit), yang umumnya disebabkan oleh hipertensi.
"Untuk mencegah PJT salah satu upaya mendapatkan kehamilan sehat adalah dengan memelihara kesehatan pembuluh darah ibu atau calon ibu. Kemudian, mencegah terjadinya kondisi preeklampsia pada ibu. Selain itu, jika ibu memiliki penyakit hipertensi dan diabetes, maka harus dikendalikan penyakitnya."