Tekanan Hingga Konflik Keluarga Picu Depresi
- Facebook.com/pg/shinee
VIVA – Dunia hiburan dihebohkan dengan kematian Kim Jonghyun, vokalis utama boyband SHINee asal Korea Selatan. Jonghyun ditemukan tewas pada Senin kemarin, 18 Desember 2017.
Menurut polisi, Jonghyun tewas akibat menghirup karbon monoksida yang dibakar di tungku apartemennya.
Kematiannya yang disinyalir akibat bunuh diri tersebut, membuat para penggemarnya sedih bukan main. Satu hal yang perlu dipahami, bunuh diri memiliki kaitan erat dengan depresi.
Psikiater dr Nurmiati Amir SpKJ pun mengungkapkan, banyak hal yang bisa menyebabkan seseorang depresi hingga memutuskan bunuh diri.
"Adanya tekanan seperti terbelit utang, ditinggal keluarga, atau konflik yang dimilikinya yang tidak selesai, orang bisa stres. Kemudian, timbul menderita menjadi gangguan cemas dan depresi," ujar, dr. Nurmiati kepada VIVA beberapa waktu lalu.
Biasanya, seseorang mengalami stres saat terjadi guncangan di hidupnya. Jika sejak dini ditemukan kondisi ini, stres dapat ditangani secara benar dan tepat.
"Tapi stres yang berlangsung terus menerus, membuat reaksi kimia otak membentuk hormon stres yang membuat depresi. Dan, ini tidak ada penentu waktunya," paparnya.
Untuk itu, Nurmiati menekankan, pentingnya mengatur perubahan suasana hati sejak dini, dan perlu juga menekan depresi dengan berbagai hal. Sebab, bunuh diri bisa mengintai jika depresi dibiarkan berlarut-larut.
"Penyebab bunuh diri paling sering adalah depresi, karena ada rasa putus asa. Maka, saat tubuh alami perubahan seperti pekerjaan terganggu, aktivitas yang berubah, dan paling penting perubahan mood, harus segera dikonsultasikan."
Kementerian Kesehatan RI sebelumnya juga memiliki layanan konsultasi, atau konseling masalah mental dan kejiwaan, termasuk percobaan bunuh diri, melalui saluran telepon yang dikenal dengan sebutan ASA 500-454. Namun, layanan yang diluncurkan 10 Oktober 2010 tersebut dihentikan operasionalnya pada akhir 2014.
Berikut penjelasan Kementerian Kesehatan RI melalui situs resminya mengenai penghentian operasional layanan konseling saluran tersebut.
- Terjadi ketidakefektifan antara biaya dan sumber daya yang disediakan dengan jumlah penelepon yang masuk, semakin lama semakin menurun. Data Kemenkes mencatat jumlah penelepon yang menggunakan layanan ASA, yaitu 161 penelepon pada 2010, 222 penelepon pada 2011, 347 penelepon pada 2012, 267 penelepon pada 2013, dan 46 penelepon pada 2014.
- Sebagian besar penelepon lebih banyak bertanya seputar informasi kesehatan jiwa dan permintaan data atau informasi dibanding dengan konseling kasus bunuh diri dan konsultasi masalah kesehatan jiwa lainnya.
"Untuk itu, bagi masyarakat yang membutuhkan layanan konsultasi terkait permasalahan kesehatan jiwa yang dialami, diharapkan untuk dapat langsung menghubungi, atau datang ke puskesmas atau rumah sakit dengan layanan kesehatan jiwa terdekat, bila perlu baru dirujuk ke rumah sakit jiwa," pesan seperti dikutip dari situs resmi Kemenkes RI.