Pertama Kalinya Dokter Mengedit Gen Manusia Hidup
- Pixabay/Herney
VIVA – Kehidupan Brian Madeux tidak pernah mudah. Sejauh ini, dia sudah menjalani 26 operasi untuk memperbaiki segala macam masalah, mulai dari hernia hingga matanya.
Dia memiliki penyakit langka yang disebut dengan sindrom Hunter, yang disebabkan oleh kurangnya gen yang berfungsi memproduksi enzim. Enzim ini bertugas untuk memecah beberapa karbohidrat tertentu.
Akibatnya, karbohidrat ini menumpuk di dalam sel tubuhnya dan menyebabkan berbagai masalah.
Tidak ada obat untuk menyembuhkan kondisi Madeux. Salah satu cara untuk mengatasi gejala-gejala yang dialaminya adalah dengan mendapatkan dosis enzim yang hilang secara rutin. Harganya pun cukup fantastis.
Meski begitu, enzim ini tidak akan memperbaiki kerusakan yang sudah terjadi dan tidak bisa menghentikan penurunan lebih jauh yang terjadi di otak.
Tapi, kehidupan Madeux mungkin bisa berubah. Karena dia menjadi pasien pertama yang mendapatkan eksperimen terapi gen sebagai bagian dari uji klinis.
Sementara itu Sangami Therapeutics menginjeksi Madeux dengan sejumlah virus yang mengandung sepaket materi gen untuk mengedit. Harapannya adalah, virus-virus ini akan masuk ke sel-sel tubuh Madeux, khususnya sel liver, menginjeksi gen yang hilang di tempat yang tepat di DNA-nya.
Hanya 1 persen dari sel-sel liver yang perlu diperbaiki, dan membuat liver Madeux mampu memproduksi enzim yang hilang selama hidupnya.
Sebelumnya, para ilmuwan telah mengekstraksi sel imun manusia, kemudian mengedit gen-gen di dalamnya dan menaruhnya kembali sebagai cara memberi sel tersebut kemampuan untuk melawan kanker paru. Dan berhasil.
Jika perawatan yang dijalani Madeux berhasil, ini akan menjadi terapi gen pertama yang bekerja dari dalam tubuh manusia.
Untuk mencapai editing gen, Samgamo menggunakan teknologi yang disebut nuklea jari seng. Ini merupakan alat yang memiliki kemampuan untuk menemukan lokasi yang tepat di dalam jaringan 3 miliar huruf DNA dan membuat potongan.
Bersama nuklea jari seng, virus ini juga mengandung cuplikan gen yang hilang, yang kemudian dimasukkan ke sistem perbaikan gen mandiri tubuh ke tempat di mana potongan dibuat.
Yang membuat editing gen berbeda dari pengobatan lainnya adalah sifatnya yang tidak bisa diperbaiki lagi. Sekali gen itu menjadi bagian dari DNA seseorang, dia akan berada di sana selamanya.
Sebagai bagian dari uji klinis, terapi ini telah melalui sejumlah uji coba keras agar prosesnya seaman mungkin. Misalnya, virus dibangun dalam cara tersendiri sehingga tidak bisa masuk sperma atau sel telur, dan karena itu tidak akan diturunkan kepada generasi berikutnya, jika pasien ingin memiliki anak.
Meski begitu, tidak ada jaminan terapi ini akan berhasil. Uji terapi gen di masa lalu justru berakhir dengan tragedi, di mana meski sudah memasukkan gen telah berhasil meringankan masalah, tapi gen itu juga terinjeksi ke bagian yang tidak dimaksudkan pada DNA yang mana menyebabkan bahaya.
Alat seperti nuklea jari seng dan Crispr menjanjikan hasil yang tidak mengulang kesalahan seperti sebelumnya.
Dilansir dari laman Quartz, tidak lebih dari 10.000 orang memiliki penyakit metabolik seperti Madeux. Karena, banyak yang tidak bertahan hidup hingga dewasa. Jika uji klinis ini berhasil, Sangamo berharap bisa mengobati anak-anak dengan kondisi ini.
Dengan demikian, perawatan ini bisa diberikan sebelum kerusakan besar terjadi pada tubuh. Keberhasilan ini juga bisa menjadi pendorong besar dalam dunia editing gen, sehingga membuka potensi untuk menyembuhkan penyakit yang masih belum bisa disembuhkan hingga sekarang.