Deteksi Dini Payudara Klinis Bisa Turunkan Kasus Kanker
- Pixabay/pexels
VIVA – Kanker payudara hingga kini masih menjadi momok mengerikan. Data WHO menyebutkan bahwa estimasi jumlah penderita kanker payudara akan meningkat hingga 300 persen pada tahun 2030.Â
Di Indonesia, menurut Riset Kesehatan Dasar dari Kementerian Kesehatan 2013, kasus kanker payudara menimpa 7 persen dari jumlah penduduk Indonesia.Â
Namun, jumlah kasus itu bisa diturunkan. Salah satunya dengan deteksi secara dini. Cara ini yang tengah diupayakan Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI),
Sepanjang Oktober – yang menjadi bulan peduli kanker payudara – YKPI menyelenggarakan berbagai kegiatan terutama dalam memperluas kampanye deteksi dini kanker payudara. Hal ini dilakukan dalam rangka mencapai visi YKPI menuju Indonesia Bebas Kanker Payudara Stadium Lanjut 2030.
“Kanker payudara tidak dapat dihilangkan sama sekali, tetapi setidaknya tidak dalam stadium lanjut sejalan dengan SDGs (Sustainable Development Goals/Tujuan Pembangunan Berkelanjutan) yaitu meningkatkan kesehatan perempuan," jelas Ketua YKPI Linda Agum Gumelar, saat Konferensi Pers Bebaskan Indonesia dari Kanker Payudara Stadium Lanjut 2030 di Jakarta, Selasa, 24 Oktober 2017.
Menurut Linda, deteksi dini sangat penting. Tahun ini, kampanye deteksi dini kanker akan lebih difokuskan di wilayah Indonesia bagian timur.
Tak hanya tingkat kesadaran yang rendah mengenai pentingnya deteksi dini, sistem rujukan di era BPJS yang berbelit dan panjang, juga menjadi sorotan YKPI. Sistem rujukan ini membuat  pengobatan terlambat sehingga kanker sudah terlanjur menyebar. Inilah yang menyebabkan kematian kanker payudara di stadium lanjut tinggi.Â
“Era otonomi daerah seharusnya dapat mendorong pimpinan daerah lebih banyak menyediakan fasilitas deteksi dini dan juga menyekolahkan dokter umum atau sekolah pendidikan spesialis dan subspesialis onkologi sehingga pasien tidak perlu dirujuk ke pusat atau rumah sakit di Jawa," tambah Linda.Â
Persoalan Serius
Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular dari Kementerian Kesehatan (P2PTM), dr. Lily. S. Sulistyowati MM, menambahkan kanker adalah salah satu penyakit tidak menular yang saat ini menjadi persoalan serius di Indonesia. Kanker payudara dan kanker serviks adalah dua jenis kanker dengan prevalensi tertinggi. Setidaknya setiap 1 jam ada 1 penderita kanker payudara meninggal.Â
Masalah ini juga berujung pada pembiayaan kesehatan yang sangat tinggi. Tahun 2015 setidaknya menghabiskan 2,9 triliun untuk pengobatan kanker payudara.Â
"Karena itu kami akan terus menggalakkan upaya preventif dengan memperluas deteksi dini," jelas Lily.Â
Program yang sudah dijalankan Kemenkes adalah Sadanis (Periksa Payudara Klinis) yang mencakup deteksi dini kanker payudara dan kanker serviks di Puskesmas. (ren)
Â