Satu dari Tujuh Pekerja Alami Masalah Kesehatan Jiwa
- Pixabay
VIVA.co.id – Masalah kesehatan jiwa, seringkali menjadi masalah yang terabaikan. Selain tidak tampak secara fisik, masih ada stigma negatif pada seseorang yang mengonsultasikan masalah kesehatan mentalnya kepada dokter atau psikiater.
Terutama, masalah kesehatan jiwa di tempat kerja, yang bila tidak ditangani dengan tepat dan baik, akan berdampak pada kinerja dan produktivitas karyawan. Bahkan, masalah kesehatan jiwa yang terabaikan ini bisa mengakibatkan kehilangan ekonomi yang besar.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, Dr. dr. Fidiansjah, SpKJ, MPH mengatakan, ada hubungan antara masalah kesehatan fisik dan mental. Karenanya, kesehatan secara menyeluruh harus melibatkan kesehatan jiwa, karena segala penyakit fisik akan berimbas ke kesehatan mental.
"Survei yang dilakukan oleh Kemenkes (Kementerian Kesehatan) di Indonesia, persoalan mental emosi penduduk di atas usia 16 tahun ada enam di antara 100 orang," ujar Fidi, saat temu media di Gedung Kemenkes, Jakarta, Kamis 5 Oktober 2017.
Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia, atau WHO menyatakan, masalah kesehatan mental sudah menjadi beban penyakit global. Diprediksikan, depresi yang kini menempati urutan keempat akan menanjak menjadi urutan kedua di 2030, sebagai beban penyakit terbesar setelah jantung dan HIV AIDS.
Bila dihubungkan dengan aspek pekerja, kesehatan mental menjadi aspek yang penting. Tidak hanya bagi perusahaan, tetapi juga pekerja dan keluarganya. Fidi menyebut, satu dari tujuh orang mengalami masalah kesehatan jiwa di tempat kerja.
"Wanita yang bekerja penuh waktu, hampir dua kali lebih besar menderita masalah kesehatan jiwa dibandingkan pria yang juga bekerja penuh waktu," tambah Fidi.
Menurut sebuah penelitian, 12,7 persen ketidakhadiran di tempat kerja di Inggris, dapat dikaitkan dengan kondisi kesehatan jiwa. Sementara itu, di Indonesia, melalui survei yang dilakukan Universitas Indonesia pada sebuah perusahaan kimia dan melibatkan lebih dari 1.900 pekerja menunjukkan, lebih dari 20 persen mengalami gangguan mental emosional. (asp)