Waspada Penularan Hepatitis C Melalui Proses Cuci Darah
- kidney.org
VIVA.co.id – Persoalan terbesar infeksi organ hati yaitu tingginya angka hepatitis C. Parahnya, pada beberapa kelompok pasien hepatitis C juga disertai komplikasi penyakit lain, salah satunya pasien hepatitis yang disertai Penyakit Ginjal Kronik (PGK).
Diperkirakan ada sekitar 30-60 pasien pasien penyakit ginjal kronik, yang tertular infeksi hepatitis. Jika tertular virus hepatitis C, maka persoalannya menjadi semakin rumit karena obat-obatan untuk hepatitis C yang tersedia saat ini belum optimal jika diberikan pada pasien PGK.
"Pasien PGK umumnya tertular hepatitis melalui hemodialisa (cuci darah) meskipun sampai saat ini masih belum jelas di tahap mana terjadinya penularan. Di negara maju seperti di Jepang, hanya sekitar 1-5 persen saja kasus penularan hepatitis C melalui proses hemodialisa, tetapi di Indonesia angkanya sangat besar mencapai 30-60 persen," ujar Ketua Komite Ahli Hepatitis di Kementerian Kesehatan RI, DR. dr. Rino Alvani Gani, SpPD-KGEH, dalam rilis yang diterima VIVA.co.id , Senin 11 September 2017.
Keparahan penyakit dan kualitas hidup pasien PGK yang tertular hepatitis C umumnya jauh lebih buruk dibandingkan mereka yang memiliki PGK saja. Angka harapan hidup juga lebih rendah. Kelompok pasien ini, menurut Rino, harus lebih diperhatikan terutama terkait terapinya.
Munculnya terobosan dengan ditemukannya obat hepatitis C, yaitu obat antivirus dari golongan Direct Acting Antivirus (DAA), membuat target terapi hepatitis C saat ini adalah kesembuhan. Sebab, Respon terapi dengan DAA sangat tinggi, mencapai di atas 9 persen bahkan 98 persen.
Keunggulan DAA antara lain efek samping sangat rendah dan mudah dikonsumsi karena dalam bentuk sediaan oral. Beberapa DAA sudah teregistrasi di BPOM di antaranya sofosbuvir dan simeprevir, serta beberapa yang tengah dalam proses registrasi.
Dengan tersedianya obat untuk penderita hepatitis C yang juga menderita PGK, diharapkan tidak ada lagi kelompok pasien yang tidak mendapatkan terapi optimal, sehingga target eliminasi hepatitis di tahun 2030 dapat tercapai.
"Target di tahun 2030 untuk eliminasi hepatitis itu mencakup semua jenis infeksi hepatitis. Untuk eliminasi sampai 0 persen memang tidak mungkin, namun tujuannya adalah menurunkan jumlah penderita sebanyak mungkin, untuk menekan beban biaya kesehatan," papar Rino.