Anak Muda di Jakarta Rentan Kena Penyakit Kronis
- Pixabay/Unsplash
VIVA.co.id – Beban ekonomi Indonesia untuk biaya kesehatan diprediksi makin meningkat seiring makin tingginya jumlah penderita penyakit kronis seperti jantung, kanker, dan diabetes. Ketiga penyakit kronis itu menjadi penyebab dari separuh jumlah kematian di Indonesia.
Menurut laporan WHO, beban ekonomi Indonesia untuk mengatasi ketiga penyakit tersebut mencapai US$7 miliar, atau sekitar Rp93 triliun.
Chairman Center for Healthcare Policy and Reform Studies (CHAPTERS), Luthfi Mardiansyah menjelaskan, beban ekonomi itu juga tercermin dari klaim BPJS Kesehatan berdasarkan penyakit, di mana penyakit kronis tidak menular (chronic non communicable disease/NCD) berkontribusi 29,7 persen, atau sekitar Rp16,9 triliun. Dari jumlah itu, 13 persen berasal dari penyakit jantung, lima persen kanker, dan 33 persen penyakit diabetes dan implikasinya.
"Biaya kesehatan makin lama akan makin naik, dan ini tantangan ke depan. Apalagi di daerah perkotaan dengan pergeseran gaya hidup masyarakat yang mendorong peningkatan penderita penyakit kronis," kata Luthfi dalam keterangan resminya kepada VIVA.co.id, Kamis 7 September 2017.
Dia mencontohkan dari gaya hidup anak-anak muda di perkotaan sudah terlihat bahwa mereka lebih rentan menderita penyakit kronis.
"Dulu jarang kita dengar penyakit jantung dan penyakit metabolik terjadi di bawah umur 40 tahun, sekarang berbeda. Sekarang prevalensi pre - diabetes di Jakarta saja sudah 37 persen, kebanyakan anak-anak muda," ucapnya.
Menurut dia, dari tren ini dapat dilihat bahwa kalau ini tidak ditangani dengan baik, ini akan berlanjut ke diabetes kronis dan nanti akan diobati oleh BPJS Kesehatan.
"Jika tidak ditangani dengan benar, ini berpotensi gagal ginjal, dan kita bisa lihat ini akan membebani ekonomi terutama biaya kesehatan dari anggaran BPJS Kesehatan," ujarnya.
Sebagai salah satu solusi terbaik, Luthfi memaparkan, upaya preventif mesti digencarkan untuk menurunkan beban ekonomi dari biaya kesehatan. "Program preventif yang inovatif perlu disusun, agar memberikan deteksi dan diagnosis lebih awal," ucapnya.
Dia mencontohkan di lingkungan perusahaan, perlu digagas upaya dan program kesehatan di lingkungan kerja seperti fitness, olahraga pagi, menyediakan snack sehat, medical check up berkala. "Area kerja yang bebas rokok juga dapat menjadi salah satu upaya preventif," tuturnya.
Selain itu, lanjut dia, inisiatif lain seperti promosi perilaku konsumsi sehat kepada publik dengan fokus mencegah obesitas. Secara upstream, inisiatif ini dapat menggandeng produsen makanan atau restoran untuk mengembangkan produk makanan sehat.
"Hal ini sudah dilakukan oleh Singapore Health Promotion Board," ucapnya.
Untuk penyakit kanker, Luthfi menilai, perlu dibuat program Cancer Early Diagnosis & Treatment. Dalam program itu, publik akan diperkenalkan dengan program screening cancer dengan harga yang terjangkau. Juga, perlu digalakkan program komunitas pasien penyakit kronis, sehingga memberikan edukasi lebih luas kepada publik.
Dia menjelaskan, Chapters Indonesia Sehat sebagai lembaga kajian yang sifatnya mengkaji sistem kesehatan di Indonesia, supaya lebih baik berupaya untuk menelurkan pemikiran positif, agar biaya kesehatan dapat efisien, serta mampu mengantisipasi tantangan ke depan.