BPOM Diminta Atur Kandungan Vape
- REUTERS/Victor Ruiz Garcia
VIVA.co.id – Kehadiran vape atau rokok elektronik sebagai pengganti rokok masih banyak menuai pro-kontra. Amaliya, Peneliti dari Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik sendiri menyampaikan, bahwa dalam Global Forum on Nicotine, di Polandia, meski belum mencapai kesepakatan, tren penggunaan vape sebagai pengganti rokok cukup positif.
Hanya saja di Indonesia, menurut Amaliya, masih belum banyak penelitian terkait hal itu. Bahkan, dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sendiri masih belum melakukan standarisasi terhadap kandungan vape.
"Makanya dari regulator (BPOM) harus ada standar khusus untuk patch dan liquid-nya. Di Polandia itu regulasi yang pertama, isi dari e-liquid itu harus food grade," ungkap Amaliya saat ditemui di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Rabu 9 Agustus 2017.
Menurutnya seluruh kandungan dari liquid atau cairan yang nantinya dipanaskan pada vape, harus bisa diterima oleh tubuh. "Artinya saat dipanaskan tidak terdegradasi dan berubah menjadi zat yang kita tidak tahu," jelas Amaliya.
Sementara itu, dari segi perasa dan juga aroma juga mesti diatur dan terstandardisasi dengan hal yang sama, yakni dengan bahan food grade.
"Karena kandungan bahan itu ada bermacam macam tapi apakah food grade atau bukan, atau yang bisa masuk ke dalam tubuh atau bukan. Jadi apa yang dimasukkan harus food grade," kata dia.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa hal itulah yang harus diperiksa oleh BPOM.
"Kalau ada yang menjual, (itu) liquid food grade atau bukan. jangan jangan apa saja yang dimasukkan asal saja. Kemudian alatnya sendiri suka di oprek-oprek jadi segala sesuatu harus dari sumber yang betul dan kalau mau diperjual belikan harus distandarisasi BPOM dan diketahui isi dan kandungannya apa," kata dia.
Sayang, diskusi yang rencananya dihadiri oleh pihak BPOM, tidak ada perwakilan yang hadir untuk menjelaskan hal ini.