Mengenal Sindrom Brugada yang Tewaskan Dokter Stefanus
- Linkedin/twitter @blogdokter
VIVA.co.id – Kabar  meninggalnya seorang dokter anestesia (anestesi) usai berjaga empat hari berturut-turut menghebohkan dunia maya.  Belakangan, dokter bernama Stefanus Taofik yang bertugas di Rumah Sakit  Bintaro itu dikabarkan meninggal bukan karena kelelahan, melainkan karena terserang sindrom Brugada.
Lantas, seperti apa penyebab sindrom Brugada yang diduga membuat dokter Stefanus meninggal? Dilansir dari Mayoclinic.org, Kamis, 29 Juni 2017, sindrom Brugada ialah gangguan ritme jantung yang berpotensi mengancam jiwa.
Pada pasien sindrom Brugada, kelainan pada saluran ini bisa menyebabkan jantung berdetak tidak normal dan di luar kendali dengan ritme yang tidak normal dan berbahaya.
Hal ini bisa menyebabkan pingsan jika terjadi dalam waktu singkat atau kematian jantung mendadak, jika jantung tetap berada dalam ritme yang buruk.
Sindrom Brugada sering disebabkan oleh faktor genetik, tapi juga mungkin terjadi akibat kelainan struktural pada jantung, dan ketidakseimbangan bahan kimia yang membantu mengirimkan sinyal listrik (elektrolit) melalui efek obat-obat-obatan tertentu.
Sindrom Brugada biasanya didiagnosis pada orang dewasa dan, kadang juga bisa terjadi pada remaja. Kondisi ini terbilang jarang didiagnosis pada anak kecil.
Banyak orang yang memiliki sindrom Brugada, namun tidak menunjukkan gejala apapun, sehingga mereka tidak sadar akan kondisinya. Sindrom Brugada jauh lebih sering terjadi pada pria, maka ada kemungkinan dokter Stefanus meninggal karena hal ini.
Sindrom Brugada dapat diobati dengan tindakan pencegahan seperti menghindari obat yang memberatkan dan mengurangi demam.