Pengobatan Thalasemia, Butuh Waktu Seumur Hidup
- ANTARA
VIVA.co.id – Thalasemia merupakan penyakit kelainan darah yang disebabkan protein pembentuk darah tidak dibuat, sehingga darah mudah hancur. Penyakit tidak menular dan muncul, karena faktor genetik.
Ahli thalasemia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), dr. Pustika Amalia, SpA(K) mengatakan, pasien thalasemia menghadapi masalah darah yang cepat hancur, sehingga menyebabkan mereka anemia.
Meski begitu, pengobatannya tidak bisa sekadar memberikan obat penambah darah dan hanya bisa dengan transfusi. Jika tidak dilakukan transfusi, tumbuh kembang anak akan terganggu.
"Akibatnya, bisa berpengaruh pada bentuk wajah, tulangnya jadi menonjol, giginya jadi maju, karena saking hiperaktifnya sumsum tulang memproduksi darah yang sia-sia," jelas Amalia kepada VIVA.co.id.
Pasien thalasemia pun membutuhkan transfusi setidaknya 2-4 minggu sekali dan harus dilakukan seumur hidupnya. Satu pasien setidaknya membutuhkan darah empat juta miligram per tahun.
Masalahnya, transfusi yang dilakukan seumur hidup ini bisa menimbulkan infeksi hepatitis yang ditularkan melalui transfusi. Namun, dengan semakin berkembangnya kualitas darah yang disediakan Palang Merah Indonesia, masalah ini semakin berkurang.
Meski demikian, yang sama sekali tidak bisa dihindari dari transfusi ini adalah kelebihan besi. Dari satu kantung, pasien bisa mendapatkan 250 miligram besi, sedangkan yang dikeluarkan hanya 60 mg saja. Akhirnya, kelebihan besi ini membuat anak jadi menghitam seperti tembaga.
"Untuk mengeluarkan zat besi ini, butuh obat yang disebut dengan kelasi besi. Ada tiga jenis obat yang digunakan yang bisa komplikasi gagal jantung," kata Amalia.
Hal ini disebabkan kelebihan besi ini bisa menempel pada otot jantung, sehingga menyebabkan kematian utama pada thalasemia. Sementara itu, kematian kedua terjadi karena infeksi hati. Karena itu, pasien seringkali juga harus mengonsumsi obat jantung jika terjadi gangguan jantung. Tentu, ini akan menambah beban pengobatan mereka. (asp)