Kekerasan Perempuan di Indonesia Lebih Rendah dari China

ilustrasi
Sumber :
  • pixabay/counselling

VIVA.co.id – Kasus kekerasan terhadap perempuan bukan hanya marak terjadi di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia. Namun data Badan Pusat Statistik di Indonesia menyebut, kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia semakin menurun.

Banyak Korban Berani Speak Up, Angka Kekerasan pada Perempuan Menurun

Sebanyak satu dari tiga perempuan Indonesia mengalami kekerasan, baik fisik maupun seksual selama hidupnya. Hal ini terungkap dalam Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada 2016.

"Selama setahun belakangan angkanya lebih kecil, hanya 9,4 persen atau 1 dari 10. Untuk yang hijau, prevalensi kekerasan selama hidup, sebanyak 33,4 persen," ungkap Kepala BPS, Suharyanto, di Kantor BPS, Jakarta, Kamis, 30 Maret 2017.

Kekerasan Pada Perempuan Masih Tinggi, Berbagai Pihak Lakukan Ini

Suharyanto merinci, dari 33,4 persen, 9,1 persen perempuan mengalami kekerasan fisik yang dilakukan oleh pasangan dan selain pasangan selama hidupnya. Sementara itu, 15,3 persen mengalami kekerasan seksual, dan 9 persen perempuan yang mengalami keduanya.

Sebagai perbandingan, Suharyanto juga memaparkan bahwa dalam survei yang dilakukan oleh World Health Organization pada tahun 2010 angka kekerasan terhadap perempuan paling tinggi berada di negara-negara di Asia Tenggara dengan persentase 37,7 persen.  

Ini Upaya Pemprov DKI Tangani Kekerasan pada Perempuan dan Anak

"Ada negara tertentu yang prevalensinya luar biasa, kemudian Eastern Mediterania 37 persen dan di Afrika 36 persen. Ini gambaran gimana kekerasan fisik dan seksual di dunia," kata dia.

Sementara di Asia sendiri, menurut Suharyanto, Indonesia terbilang rendah jika dibandingkan dengan Vietnam dan juga China. Tapi, dia menegaskan hal ini bukan berarti Indonesia bisa tinggal diam terhadap kasus kekerasan yang terjadi.

"Betul memang menjadi masalah, tapi di negara lain jadi jauh lebih besar tapi bukan berarti mengabaikan begitu saja. Ini untuk menggambarkan posisi Indonesia di negara lain," kata dia.

Dalam survei ini, kata Suharyanto, SPHPN 2016 dilaksanakan di tingkat nasional dengan cakupan sampel sebanyak 900 Blok Sensus (BS) yang menyebar di semua daerah Indonesia.

Pada setiap BS dipilih 10 rumah tangga, sehingga jumlah sampel rumah tangga sebanyak 9.000 rumah tangga. Pada rumah tangga, sampel dipilih satu orang perempuan usia 15-64 tahun sebagai responden dengan menggunakan Tabel Kish.

"Responden terpilih diwawancarai dan tidak boleh didampingi siapapun agar responden dapat terbuka dan nyaman memberikan informasi yang sensitif," kata dia

Petugas pewawancara SPHPN adalah perempuan yang dilatih secara khusus mengenai materi dan metode wawancara, etika, dan keamanan berwawancara, dan juga diberikan wawasan terkait gender dan kekerasan. (one)

 

Deklarasi peran Majelis Taklim dalam mencegah kekerasan pada perempuan dan anak

Cegah Kekerasan pada Perempuan dan Anak, Majelis Taklim Deklarasikan Siap Emban Peran Penting

Agenda yang diinisiasikan Harakah Majelis Taklim (HMT) tersebut pun menjadi wujud kepedulian dan keprihatinan atas berbagai peristiwa kekerasan pada perempuan daan anak.

img_title
VIVA.co.id
6 November 2024