Maut dan Mereka yang Bekerja Tanpa Henti

Ilustrasi menulis.
Sumber :
  • Pixabay/ StartupStockPhotos

VIVA.co.id – Kemajuan industri pertelevisian membuat stasiun televisi, masing-masing gencar memproduksi program stripping. Fenomena stripping atau kejar tayang, tak hanya meningkatkan rating. Mereka yang bekerja pagi, siang dan malam ini, kariernya bahkan bisa langsung moncer. Tak jarang, dari hasil kerja stripping, penghasilan langsung meroket.

Kasih Kejutan Ulang Tahun Rayyanza yang Ke-3, Besaran Gaji Sus Rini Jadi Sorotan

Karena salah satu alasan inilah, sejumlah seleb rela sibuk kerja nonsetop. Namun, banyak yang tak sadar, fenomena stripping seringkali berbahaya. Kerja tak kenal waktu seringkali membuat kondisi kesehatan drop. Bahkan tak jarang dari mereka, gara-gara kejar setoran menderita sakit parah hingga berujung pada kematian.

Mereka yang kerja stripping, seringkali memiliki gaya hidup tak sehat. Hal inilah yang dianggap jadi pemicu kematian usia muda.

Raffi Ahmad Ucapkan Selamat untuk Jeje Govinda yang Menang Pilkada, Netizen: Contoh Dinasti Lagi Nih!

Kasus sakitnya Olga mungkin bisa menjadi pelajaran. Komedian yang sering muncul di sejumlah stasiun televisi ini, meninggal dunia 27 Maret 2015. Ia menderita sakit meningitis, alias radang selaput otak. Bukan kanker otak atau saraf kejepit. Sakitnya Olga justru diledakkan oleh keletihan yang sangat. Di usia yang begitu muda, 31 tahun, ia menghembuskan napas terakhirnya.

Jika ingat masa hidupnya, Olga memang dikenal selebriti yang gigih bekerja. Malam hingga dinihari seringkali dia masih tampak di televisi, live. Esok harinya, terlihat lagi dengan tingkah polah yang sama, dengan wajah yang kuyu-lesu kurang tidur.

Usai Nyoblos Pilkada 2024, Raffi Ahmad: yang Belum Menang Harus Legowo

Lalu siang dan sorenya, masih Olga yang kembali muncul di televisi yang lain, dan kebut-kebutan mengejar acara berikutnya di televisi berbeda.

Karena harus tampil prima dan sempurna, terkadang, mereka yang super sibuk memiliki jam tidur dan istirahat yang sedikit, makan yang tak teratur juga abai melakukan kegiatan olahraga. Untuk menyegarkan kembali pikiran dan tubuh, suntik vitamin atau bahkan mencari dopping lewat narkoba menjadi pilihan tanpa pikir panjang efek bahayanya.

Contoh lain yang mungkin juga menjadi pelajaran adalah kasus meninggalnya Mike Mohede. Sebelum meninggal dunia, penyanyi bertubuh tambun ini tengah mempersiapkan konser. Ia ingin terlihat memiliki tubuh lebih ideal. Bukan hanya untuk tuntutan pekerjaan, jadi figur publik, ia juga ingin terlihat lebih langsing saat menjalani pernikahan.

Sebelum menghembuskan napas terakhirnya, 31 Juli 2016, Mike memang tengah jatuh cinta dan merencanakan segera akhiri masa lajang. Dia sempat kurus, diet ketat turun 20 kg, Tak lama kemudian, gemuk lagi. Jelang kepergiannya, tubuh sang penyanyi terlihat lebih kurus.

Namun di tengah usaha kurusnya, tanpa disadari penyakit mematikan mengintainya. Ia  meninggal dunia akibat serangan jantung. Mike meninggal di usia 32 tahun.

Selain mereka seleb yang meninggal di usia muda, sejumlah seleb juga belakangan didera sakit parah setelah sibuk menjalani pekerjaan kejar tayang. Mulai dari kanker serviks hingga kanker payudara.

Sebut saja Julia Perez yang menderita kanker serviks, pesinetron Yana Zein yang terkena kanker payudara stadium lanjut, hingga Aldi Taher yang menderita kanker getah bening. Mereka kini, tengah menjalani proses pengobatan panjang dan berharap bisa memetik hasil kesembuhan.

Didera ketakutan

Kematian para selebritis yang mendadak dengan penyakit yang mengerikan di usia muda, tentu membuat selebriti lain yang juga menjalani pekerjaan stripping merasa takut.

Sebut saja Raffi Ahmad, ia menyadari pekerjaan sibuknya, bisa saja mendatangkan bahaya. Raffi bahkan sadar betul, jadwalnya yang padat menuntutnya harus bisa tetap tampil prima dan tetap memiliki berat badan ideal. Ia pun seringkali menjalani diet, agar tak terlihat gemuk di depan kamera.

"Kadang badan kalau terlalu gemuk di televisi juga enggak bagus. Karena kan kita jaga penampilan," kata Raffi pada VIVA.co.id.

Demi menunjang penampilannya, Raffi seringkali tak mengonsumsi nasi dan selalu hindari makan malam agar berat badan tetap ideal. Namun kadang ia melanggarnya. Maklum, jadwal Raffi juga padat, sering syuting dari subuh hingga selesai kerja dini hari.

"Ya itu dia, kan kalau syuting bangun jam lima subuh setiap hari, pulang jam tiga pagi, jadi tidur paling cuma 2-4 jam, nah kalau lagi seperti ini aktivitasnya, saya enggak berani diet," akunya.

Raffi seringkali menyiasatinya, dengan mengatur pola makan. Ia baru berani berdiet saat jadwal kerjanya tak terlalu padat. "Kalau kerjaan cuma sehari syutingnya, saya berani diet, tapi kalau lebih dari dua program, enggak berani diet."

Tak hanya diet yang kadang dijalani, jika kondisinya mulai drop, Raffi juga sering mengembalikan kesegaran tubuhnya dengan suntik vitamin. Itu, sering jadi opsi terakhir dan hanya dijalani sebulan sekali. "Kalau sudah enggak kuat banget, ya suntik vitamin C," katanya.

Suami Nagita Slavina ini yakin suntikan vitamin C bisa membantu daya tahan tubuhnya lebih kuat. Meski begitu, Raffi sadar, tidur dan istirahat cukup tetap jadi obat paling mujarab menjaga kondisi tubuhnya tetap fit.

Raffi juga sadar, caranya menjaga kondisi tubuh dengan suntik vitamin juga bisa membahayakan kesehatan. Jika tak banyak mengonsumsi air, ginjalnya terancam."Jadi sebelum suntik vitamin C, kita isi dahulu perut kita, abis itu kita minum air. Pokoknya dipastiin tubuh kita sehat dan keisi perutnya sebelum suntik vitamin."

Sebagai pekerja yang sibuk Raffi juga paham, sehat itu mahal harganya. Agar pekerjaannya saat ini berjalan lancar, selain menjaga kesehatan, Raffi juga mulai berusaha mengurangi kegiatan malam seperti dugem.

"Sekarang lebih enak tidur di rumah, main sama anak. Sudah lewat juga masa-masa dugem."

Karena tak ingin mati muda, dan pekerjaan tetap lancar, ayah satu anak ini selalu melakukan cek kesehatan rutin. "Karena penyakit itu kan bisa datang cepat dan datang lama. Tapi kalau kita deteksi dengan cepat ya kita bisa tahu lebih awal dan mencegah. Kalau bisa jangan sampai mengobati, kita cegah."

Bahaya kerja non-setop

Diakui oleh Spesialis Kedokteran Olahraga, dr Michael Triangto SpKo, tubuh orang yang bekerja nonsetop, sama halnya dengan mesin yang dipakai tanpa henti tiap hari. "Pasti akan cepat rusak. Begitu pun tubuh yang dipakai kerja terus menerus akan membuat organ bekerja melebihi batas normalnya," katanya.

Memang bisa bertahan tetap sehat, lanjutnya, namun bagaimana pun tubuh butuh istirahat untuk recovery sel. Yang tadinya digunakan untuk kerja terus-menerus, harus mendapatkan waktu untuk memperbaharui sel lagi.

Mereka yang bekerja tanpa henti, tentu bisa mengurangi konsentrasi, kehilangan fokus, hingga hasil kerjanya pun menurun. "Menyiasatinya dengan menyeimbangkan istirahat. Selain itu tingkatkan juga dengan asupan makanan yang baik. Jika terlalu sibuk bisa dengan tambahan suplemen. Tapi ingat suplemen hanya bersifat tambahan saja tidak sama dengan makanan yang kita makan," ujar Michael.

Dia pun mengatakan, idealnya, bekerja hanya diperbolehkan 40 jam dalam seminggu. Di luar jam itu, masih diperbolehkan jika kerja lembur, namun ingat, istirahat tetap diutamakan.

"Jangan dipaksakan, seperti artis yang hari ini dapat order ini, minggu depan order lain lagi, dan dia terus syuting melebihi batas kemampuannya. Tubuhnya bisa teriak, bisa jatuh sakit atau bahkan meninggal," kata dia.

Tak hanya selebriti

Kerja selebriti bukan satu-satunya profesi yang bisa membahayakan kesehatan. Profesi apapun, baik itu dokter, ahli hukum dan lainnya, sama bahayanya jika tak diimbangi dengan waktu istirahat seimbang, pola makan yang sehat dan olahraga teratur.

"Kadang merasa bangga bisa pulang pagi, praktiknya ramai, dari sore sampai pagi enggak istirahat, ada kebanggaan sendiri. Karenanya ada orang-orang tertentu yang mempertahankan itu. Tapi bagaimana pun itu tidak sehat," kata Michael.

Mereka yang bekerja hanya duduk di depan meja juga sama bahayanya dengan mereka yang menjalani profesi dengan banyak melakukan kegiatan bergerak. Duduk saja bisa mendatangkan kematian.

Ilustrasi bekerja di kantor

"Kalau tadi bekerja yang dianggap secara fisik, sekarang bekerja secara mental, atau dia bekerja tapi sehari-hari hanya duduk. Mereka yang lebih banyak duduk, kerjanya duduk di depan komputer tetap saja. Karena konsentrasinya akan berkurang," ia menambahkan.

Jadi banyak orang yang sudah bekerja sekian lama, sekian jam, dia akan merasa suntuk, dia akan ke luar misalnya merokok, atau menghirup udara di luar, jalan-jalan, untuk mengembalikan konsentrasinya.

"Sebenarnya sama saja, baik kerja secara fisik maupun pekerjaan yang lebih banyak menggunakan otak, tetap membutuhkan istirahat Karena tidak ada pekerjaan fisik yang ringan," ujar dia.

Tetap saja, bekerja di depan laptop harus mempertahankan posturnya, dia harus tetap mempertahankan jarinya supaya akurat dalam mengetik. Karena itu memasukkan program olahraga untuk  di sela-sela kesibukan akan sangat bermanfaat, efektivitas kerja juga tetap terjaga. Tapi tentunya jam kerja harus dibatasi.

Jika Anda merupakan orang yang lebih banyak menghabiskan waktu duduk di depan laptop, perlu tahu juga, bahwa aktivitas ini juga bisa memicu kematian dini.

Hal ini diungkapkan lewat sebuah penelitian yang dilakukan di 54 negara. Penelitian tersebut menemukan bahwa hampir empat persen kematian di seluruh dunia diakibatkan kebiasaan orang-orang yang menghabiskan waktu duduk lebih dari tiga jam sehari.

Para peneliti, salah satunya berasal dari San Jorge Universiy di Spanyol, memperkirakan proporsi kematian karena 'efek kursi' ini menggunakan data dari tahun 2002-2011.

"Sangatlah penting untuk mengurangi kebiasaan malas bergerak untuk mencegah kematian dini," kata pemimpin penelitian Leandro Rezendre, seperti dilansir laman Times of India.

Dia melanjutkan bahwa dengan mengurangi waktu duduk selama sekitar dua jam saja (50 persen) berarti kita mengurangi risiko kematian hingga 2,3 persen.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa 60 persen orang di seluruh dunia menghabiskan waktu lebih dari tiga jam sehari untuk duduk. Rata-rata orang dewasa menghabiskan waktu 4,7 jam sehari.

Di antara wilayah penelitian, angka kematian lebih besar terjadi di wilayah Pasifik Barat, diikuti oleh negara-negara Eropa, Mediterania Timur, Amerika, dan Asia Tenggara.

Angka kematian tertinggi terdapat di negara Libanon (11,6 persen) dan Belanda (7,6 persen). Sedangkan angka kematian terendah ada di negara Meksiko (0,6 persen) dan Myanmar (1,3 persen).

Lalu, bagaimana menjaga kesehatan bagi mereka yang sering duduk lama?

Kalau yang duduk terus, masih kata Michael, apakah dia di kantor atau di kendaraan, yang macet dan sebagainya. Yang terjadi pada tubuh adalah kekakuan, sakit, pegal, dengan demikian dia membutuhkan stretching, supaya sendi-sendi tidak menjadi kaku, ototnya tidak bertahan satu posisi terus menerus. Dengan demikian tubuhnya bisa dipakai lagi untuk pekerjaan sesi berikutnya.

Untuk mempertahankan kondisi fisik supaya fit dan prima, bagi mereka yang bekerja melampaui waktu normal, harus dilatih kardionya atau jantung parunya dengan melakukan jalan cepat, bersepeda, joging, atau lari.

Dengan demikian daya tahan jantung paru, yakni kemampuan untuk mengambil oksigennya jadi lebih baik. Selain itu harus dilatih pula kemampuan aerobik dengan olahraga beban baik dari beban luar, bebas atau weight mesin atau badan sendiri seperti push up, sit up, back up, pull up. Itu beberapa latihan yang bisa dilakukan dengan berat badan sendiri.

Ilustrasi lari

Dengan demikian otot yang lebih kuat dapat bertahan lama. Pada saat bekerja tidak mudah lelah, pada saat terpaksa bekerja melampaui jam kerja yang biasanya, tubuh juga tetap kuat.

Melakukan olahraga untuk menunjang kesehatan juga tak harus pergi ke pusat kebugaran. Setiap pekerja bisa menjalani olahraga di tengah jam sibuk.

"Triknya dilakukan di tempat bekerja. Latihan aerobiknya, berjalan cepat berkeliling komplek kantor atau keliling tempat lingkungan rumah," katanya.

Sedangkan latihan beban, bisa dilakukan di tempat kerja, dengan peralatan kursi, meja, dinding, lantai yang tentunya tidak perlu keluar dari kantor. Yang penting adalah tahu gerakannya seperti apa.

Berapa lama minimal yang diperlukan untuk olahraga?

Ada standar dari American College of Sports Medicine untuk mengatur berapa lama kegiatan olahraga yang dianjurkan. Bilamana berolahraga dengan intensitas sedang, butuh waktu 150 menit per minggu, jika lima hari dalam satu minggu, artinya selama dia hari kerja, diharapkan 30 menit masing-masing hari.

"Itu bahkan ada yang mengatakan bisa dipecah-pecah, 10 menit pagi, 10 menit siang, 10 menit malam. Tapi kalau melakukan di luar kantor, jadi waktu lebih sedikit. Karena hanya sekali seminggu atau dua atau tiga kali seminggu," kata Michael lagi.

Jika ingin menjalani kegiatan olahraga tiga kali seminggu, bisa dilakukan 50 menit waktu olahraga. Tapi kalau intensitas lebih berat, cukup 45 menit.

Michael juga memberikan tips-nya, menjaga kesehatan di sela kesibukan. Yang pertama adalah tentunya sedapat mungkin siapkan waktu untuk beristirahat.

“Contohnya di tengah kesibukan siapkan untuk take a nap, tidur sebentar, paling enggak itu bisa me-recharge tenaga.”

Tips lainnya, sediakan waktu dalam satu minggu yang benar-benar untuk istirahat. Istirahat itu artinya bebas dari tugas, dari dering telepon, e-mail baik melalui layar komputer maupun ponsel. "Kita harus siap mengurangi itu."

Ketiga, harus menjaga kesehatan dengan mencukupi intake dan juga olahraga supaya bisa mempertahankan fisik yang optimal. "Percuma kita bekerja terus tapi kondisi fisik kita menurun, artinya efektivitasnya makin berkurang," kata Michael. (ms)

 

Nagita Slavina buka taman bermain Cipung Land.

Wow! Nagita Slavina Buat Taman Bermain 'Cipung Land' Ada Dimana?

Tak cuma jadi tempat bermain yang banyak mainan anak-anak, di Cipung Land ibu-ibu juga bisa belanja makanan untuk anak-anak, dan sekaligus tempat berkumpul yang nyaman.

img_title
VIVA.co.id
30 November 2024