Pendidikan Kesehatan Reproduksi Baik Dimulai Sebelum Remaja
- Pixabay/Unsplash
VIVA.co.id – Ada anggapan bahwa kampanye penggunaan kondom dan pendidikan seksual pada remaja harus dibatasi karena ada kekhawatiran akan mendorong mereka melakukannya. Namun, menurut psikolog remaja Elizabeth Santosa, faktanya adalah anak yang tidak diberitahu justru akan mencari tahu dan walaupun sudah diberitahu, anak akan tetap mencari tahu.
"Ini bukan soal sosialisasinya, tapi sudah naluri manusia untuk mencari tahu. Karena itu, orangtua harus bergerak cepat," kata psikolog yang akrab disapa Lizzie ini saat acara 20 Tahun DKT Indonesia di Plaza Senayan, Jakarta, Kamis, 19 Januari 2017.
Lizzie mengingatkan bahwa saat ini remaja Indonesia sedang dalam keadaan kritis. Kenapa? Karena populasi remaja di Indonesia mencapai sepertiga dari jumlah penduduk di Indonesia. Karenanya, perlu edukasi yang sesuai bagi remaja yang memang sedang dalam usia rentan.
Lizzie pun sangat mendorong adanya pendidikan kesehatan reproduksi pada remaja. Karena, remaja rentan perubahan hormon yang bila terkena sentuh sedikit saja mereka sudah sangat sensitif. Selain itu, di usia ini mereka juga sudah punya ketertarikan seksual.
"Sehingga mereka ada dorongan untuk itu. Kalau kita tidak ajarkan, mereka tidak tahu bagaimana menyalurkan itu, akhirnya apa? Mereka jadi stres, mengurung diri di kamar melakukan apa yang disebut dengan masturbasi," lanjur Lizzie.
Karena itu, penting sekali adanya pendidikan kesehatan reproduksi sejak dini. Kalau dulu pendidikan ini dimulai sejak SMA, sekarang hal itu sudah dianggap telat. Begitu pun jika dimulai di masa SMP.
Karena, kata Lizzie, platform sekarang sudah berubah. Pendidikan pun berubah. Apalagi di era digital di mana anak remaja yang semula dihitung dari usia 11 tahun, sekarang usia 9,5 tahun anak sudah mulai menstruasi.
Jika di usia sembilan mereka sudah menstruasi, kemudian pendidikan kesehatan reproduksi baru dimulai usia 11 tahun, itu sudah telat sekali.