Pendidikan Musik Klasik Bisa Buat Anak Lebih Toleran

Anak main biola.
Sumber :
  • Pixabay/Sarab123

VIVA.co.id – Musik klasik selalu identik dengan hal yang membosankan atau hanya dimainkan dan didengarkan oleh masyarakat kalangan atas saja. Tapi sebenarnya, musik klasik punya kelebihan yang jauh dari sekadar musik kalangan atas saja.

Madeline Saputra, Penyanyi Sopran Indonesia yang Bersinar di Eropa

Menurut pianis dan komponis Ananda Sukarlan, musik klasik sama seperti sebuah karya sastra. Sama halnya dengan sastra, musik merupakan sebuah karya tertulis jadi istilah yang tepat untuk musik ini adalah musik sastra.

Musik klasik, lanjut Ananda, juga tidak terbatas pada karya-karya Beethoven atau Mozart, tapi semua musik yang ada di dunia. Karena musik tertulis dalam bentuk yang baku, jadi musik ini adalah musik yang bisa dimainkan oleh pianis manapun di seluruh dunia.

Jonathan Kuo, Pianis Muda Indonesia yang Kembali Memukau di Panggung Musik Klasik

Menurut Ananda, musik sastra ini bisa digunakan untuk teknik pendidikan anak sekolah dasar (SD). Tidak seperti musik, hampir semua pendidikan di sekolah dasar mengeliminasi karakter individu anak.

"Semua anak berusaha diseragamkan. Tapi, seni musik memiliki efek kebalikan, tiap anak diajarkan untuk menemukan identitas diri, menemukan karakter, dan ekspresi setiap anak pasti berbeda," ujar Ananda saat presentasi 'Pendidikan Karakter Berbasis Musik untuk Sekolah Dasar' di Museum Nasional, Jakarta, Senin, 16 Januari 2017.

Santuy Nikmati Musik Klasik dari Piringan Hitam Ditemani Minuman Favorit

Kebalikan dengan pendidikan formal yang menuju pada keseragaman, pendidikan seni lebih menanamkan pada keberagaman. Hal ini nantinya akan membuat lebih bertoleransi tinggi dan menghargai keberagaman. Dia akan lebih menghargai adanya perbedaan suku, agama, maupun pandangan politik.

Jika mereka sudah mempelajari musik ini, anak-anak akan dapat mengenal diri sendiri. Di bisa memilih musik yang cocok dengan karakternya dan mengekspresikan apa yang ingin diutarakan. Dengan demikian, musik dapat memaksimalkan potensi anak.

"Tujuan pendidikan ini bukan supaya anak jadi musikus, tapi agar anak mengaktifkan otak yang tidak dipakai ketika tidak bermain musik. Pendidikan musik bukan hanya menyanyi dan membaca not balok, tapi lebih kompleks seperti memainkan instrumen," imbuh Ananda.

Dengan memainkan instrumen, anak akan mengoordinasikan antara otak dengan panca indera yaitu indera pendengaran, serta taste karena dia harus mengatur tempo dan keseimbangan gerakan organ seperti ketika main piano harus mengoordinasikan antara jari tangan dengan kaki yang menginjak pedal.

Tak hanya mengasah toleransi dan ketajaman indera, belajar musik, kata Ananda, juga dapat digunakan untuk memaksimalkan pendidikan lain. Misalnya kemampuan bahasa.

"Dalam bermain instrumen itu ada dua jenis musikus. Pertama musikus yang peka pendengarannya atau aural dan musikus yang peka gerakan motorik dan visual. Misalnya anak ketahuan tipe aural, bisa dibuat belajar bahasa dengan mengucapkan berulang-ulang pelafalannya," kata Ananda.

Sedangkan anak yang kuat visual, bisa dengan lebih banyak membaca buku dan menulis kata-kata yang diajarkan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya