Tes Urine Mampu Prediksi Kadar Asupan Nutrisi Seseorang
- ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho
VIVA.co.id – Menghitung sendiri kadar asupan nutrisi tubuh lewat makanan selalu menjadi hal yang tidak mudah, karena selain kurang akurat, terkadang kita tidak bisa mengingat apa saja yang telah kita makan.
Sebuah tes yang dipublikasikan dalam jurnal The Lancet Diabetes and Endrocrinology, menemukan bahwa kimia yang berasal dari makanan akan di proses dalam tubuh.
Para peneliti juga percaya bahwa bahan kimia tersebut akan menyebar dalam tubuh hingga dua tahun.
Sampel urine yang dianalisis untuk menentukan struktur kimia yang ada di dalamnya. Analisis tersebut menggunakan teknik yang disebut proton nuclear magnetic resonance spectroscopy.
Teknik ini mampu memperlihatkan jenis asupan makanan dan kebiasaan diet jangka panjang seseorang.
Kesehatan usus
Hasil cerna makanan seperti buah, sayuran, ikan dan beberapa jenis daging akan meninggalkan tanda tertentu pada urine.
Dengan mendeteksi kadar kimia tersebut maka dengan mudah indikasi kesehatan usus dan metabolisme tubuh seseorang bisa diketahui.
Penelitian tersebut merupakan kolaborasi antara Imperial Colege london, Newcastle University and Aberystwyth University.
Dr Isabel Garcia-Perez, salah satu peneliti dari Imperial menyebutkan bahwa penelitian ini bisa dijadikan alat memantau diet dan untuk membantu mempertahankan gaya hidup sehat.
"Meskipun penelitian ini belum mencapai tahapan bisa mendeteksi asupan makanan seseorang. Misalnya kita bisa tahu bahwa seseorang makan 15Â keping keripik kentang dan dua sosis, namun penelitian kami masih terus dikembangkan ke arah sana," ujarnya.
Dalam uji cobanya, sekitar 60 persen responden dilaporkan terdeteksi apa yang mereka konsumsi.
Professor Gary Frost, yang juga salah satu peneliti dari Imperial mengatakan bahwa penelitian ini adalah satu-satunya yang mampu menguak apa saja yang dikonsumsi pasien selama di rumah.
Dilansir dari BBC, ia menyebutkan bahwa nantinya dokter mampu mengetahui riwayat diet seseorang, apakah si pasien mengikuti diet sehat atau tidak.
"Pasien selalu merasa kesulitan untuk terbuka soal apa yang ia konsumsi sehari-hari di rumah, karena itu dokter juga akan kesulitan mendeteksi," ujarnya.
Para peneliti percaya bahwa hasil penelitian ini mampu membantu penderita obesitas atau pasien penyakit yang berisiko seperti diabetes tipe II.