Alasan Pasien BPJS Masih Merogoh Kocek untuk Beli Obat
- Pixabay
VIVA.co.id – Dua Puluh persen responden dari hasil survei menuturkan bahwa mereka mengeluarkan biaya pribadi untuk obat meski telah bergabung dengan BPJS. Mirisnya, pembiayaan obat sudah seharusnya mencakup dalam pembayaran para anggota BPSJ tiap bulannya.
Kemudian, mengapa pasien masih harus membayar sendiri biaya pembelian obatnya?
Menurut data survei, alasan tertinggi pasien mengeluarkan biaya sendiri untuk obat terkait dua hal yakni ketersediaan obat yang terbatas atau kosong dan obat yang diresepkan tidak ditanggung oleh BPJS sebesar 33 persen. Melihat kondisi tersebut, rekomendasi untuk mementingkan kebutuhan pasien kembali diingatkan.
"Mindset-nya adalah pasien diberi obat dengan harga yang bisa mereka jangkau. Utamakan kepentingan pasien. Masing-masing lembaga terkait harus memiliki pemahaman yang sama untuk patient first," ujar Guru besar bidang ekonomi kesehatan FKM UI, Prof. dr. Hasbullah Thabrany, di acara Wajah Pelayanan Obat JKN, di kawasan Kasablanka, Kamis, 22 Desember 2016.
Hasbullah menyayangkan sikap masing-masing lembaga terkait yang belum memiliki pemahaman tersebut. Dengan demikian, hal itu akan menjadi sebuah lingkaran permasalahan yang tidak akan pernah berhenti.
"Farmasi harus taat pada aturan pasaran, rumah sakit perlu pemahaman yang sama agar dokter mementingkan kepentingan pasien dalam memberikan obat. Namun, bayaran untuk dokternya dari atasan juga harus memadai agar dokternya tidak hanya mementingkan kantong pribadinya saat memeriksa pasien," lanjutnya.
Ditambah, pemahaman dari pasiennya sendiri terkait obat yang disediakan, harus lebih luas. "Jangan pasiennya ngotot mau obat merek A, padahal tidak di cover BPJS," kata dia.
Hasbullah menambahkan, agar para pasien mau memercayakan kualitas obat yang memang telah dipilih BPJS untuk menyembuhkan penyakit.
"Kita memang perlu berkorban, jika mau obat yang diinginkan, maka harus rela bayar personal. Kalau tidak, silakan ikut obat yang di-cover."