Studi: Makanan Tinggi Lemak Berisiko Alzheimer pada Anak

Ilustrasi hidangan di KPK resto.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA.co.id – Jika buah hati Anda penggemar makanan cepat saji atau frozen food, sebaiknya harus berhati-hati dan mulai mengontrol asupannya. Sebab, sebuah studi terbaru menyebutkan bahwa konsumsi makanan berlemak juga gorengan yang biasanya berasal dari makanan cepat saji atau frozen food ternyata tidak hanya berpengaruh pada kesehatan fisik saja, tapi juga kesehatan mental anak.

Banyak Makan Manis dan Berlemak Saat Lebaran, Lakukan Tips Ini untuk Tetap Sehat

Studi yang dipublikasi dalam jurnal Molecular Psychiatry ini menyebutkan, kedua jenis makanan tersebut dapat berisiko pada anak terkena masalah kognitif dan kejiwaan seperti skizofrenia atau penyakit Alzheimer kelak ketika usia mereka dewasa.

Menurut penelitian, makanan kaya lemak mampu menguras kadar protein kunci yang dikenal sebagai Reelin yang membantu sinapsis (bertemunya neuron) di otak agar berfungsi dengan benar. Hal ini menghambat fleksibilitas perilaku dan memori. Rendahnya tingkat Reelin juga dikaitkan dengan risiko lebih tinggi terkena penyakit Alzheimer di kemudian hari.

Nikmati Hari Raya Tanpa Khawatir! Ini Tips Jitu Cegah Kolesterol Tinggi

"Perubahan ini bermula sejak usia muda dan seterusnya. Tidak seperti yang dibayangkan akan efeknya pada obesitas, makanan berlemak justru memberikan dampak pada kesehatan otak," kata Urs Meyer dari ETH Zurich di Swiss.

Para peneliti fokus pada korteks prefrontal atau bagian otak yang terkait dengan perencanaan tindakan yang kompleks dan pengambilan keputusan, mengekspresikan kepribadian seseorang dan mengendalikan perilaku sosial seseorang.

Sahur Berlemak? Awas, Bahaya Tersembunyi Mengintai!

Remaja yang makan makanan tinggi lemak, ditemukan memiliki penurunan kemampuan kognitif karena karakter yang belum matang dari korteks prefrontal selama jangka waktu tertentu.

"Kami melihat bahwa plastisitas di korteks prefrontal telah rusak pada hewan yang diberi makanan makanan dengan kadar lemak tinggi pada usia tertentu. Kemudian kami  mengamati bahwa ketika kami mengembalikan tingkat Reelin, baik plastisitas sinaptik dan kognitif, fungsi tersebut kembali normal," ujar Pascale Chavis dari INMED Institute di Prancis.

Selain itu keseimbangan nutrisi hati selama periode sensitif ini penting untuk mencapai kapasitas penuh dari fungsi prefrontal dewasa, tambahnya.

Obesitas/kegemukan

ilustrasi pengidap autoimun.

Hati-hati, Gaya Hidup Kekinian Bisa Jadi Pemicu Penyakit Autoimun

Penyakit autoimun diketahui merupakan kondisi di mana sistem kekebalan tubuh seseorang terlalu berlebihan hingga akhirnya menyerang tubuhnya sendiri. Apa penyebabnya?

img_title
VIVA.co.id
9 Juni 2024