Tingginya Angka Penderita Kejiwaan Ancam Aset SDM Produktif
- pixabay/Lucken
VIVA.co.id – Kesehatan kejiwaan masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang serius dan mengancam kualitas sumber daya manusia yang produktif di masa mendatang. Di dunia, permasalahan kesehatan kejiwaan ternyata telah menjadi momok. Begitu pula di Indonesia.
Menurut data WHO (2016), terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena demensia.
Di Indonesia, menimbang dari berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk di Indonesia, maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang.
Berdasarkan Riskesdas 2013, prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau enam persen dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk.
Berdasarkan keterangan tertulis yang diterima VIVA.co.id Kamis, 6 Oktober 2016, dr. Fidiansyah, SpKJ, MPH selaku Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza di Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza (Dit P2MKJN), Kementerian Kesehatan RI menegaskan pentingnya kesehatan jiwa untuk aset negara.
“Kesehatan jiwa merupakan bagian penting terhadap terciptanya sumber daya manusia Indonesia yang produktif dan sekaligus merupakan aset bangsa yang berharga. Untuk itu, menjaga kesehatan jiwa seluruh masyarakat Indonesia merupakan tugas semua pihak. Keluarga sebagai unit terkecil masyarakat harus mampu menjadi garda terdepan berperan dalam menjaga kesehatan jiwa anggota keluarganya dan menjadi pihak yang memberikan pertolongan pertama psikologis apabila tampak gejala-gejala yang mengarah pada masalah kesehatan jiwa,” ungkapnya.
Untuk mengatasinya, direktorat P2MKJN ikut berupaya menjalankan program kegiatan pencegahan. Ketua Persatuan Dokter Spesialis, dr. Eka Viora, SpKJ, Kesehatan Jiwa di Pusat (PP-PDSKJI) mengungkapkan, untuk mencegah gangguan kejiwaan penting sekali untuk melakukan diagnosis awal.
“Gangguan jiwa sangat beragam jenisnya, mulai dari yang ringan hingga akut, seperti skizofrenia. Informasi yang akurat dari pihak keluarga akan sangat membantu para tenaga pemberi layanan kesehatan jiwa untuk melakukan diagnosa dan menentukan perawatan yang tepat bagi ODGJ. Pada akhirnya, diharapkan ODGJ dapat berangsur-angsur mengembalikan kualitas hidup mereka dan kembali menjadi manusia yang produktif dan mandiri," ujarnya.