Cara Orangtua Adaptasi dengan Lingkungan Kekinian Anak

Ilustrasi anak dan orangtua.
Sumber :
  • Pixabay/alphalight1

VIVA.co.id – Perkembangan teknologi membuat anak-anak terbiasa mengoperasikan gadget dan tentunya terbiasa dengan kehadiran internet. Hal tersebut membuat orangtua harus lebih terampil mempelajari teknologi agar dapat menyesuaikan kemampuan dengan buah hatinya.

Ahmad Sahroni Dibuat Tercengang Lihat Kecanggihan Alat Sadap Milik Kejaksaan Agung

Mempelajari teknologi bagi orangtua bukan hanya soal keterampilan semata, namun  dapat menjalin komunikasi, sehingga terbiasa dengan kebiasaan-kebiasaan baru yang dilakukan oleh sang buah hati.

Untuk mengakalinya, sebaiknya orangtua menerapkan karakter sebagai partner yang interaktif. Bagaimana caranya?

5 Teknologi Global yang Harus Diadopsi di Indonesia

"Di usia dua sampai enam tahun, waktu terbaik ajak anak banyak beraktivitas tanpa melihat risiko kesalahannya dan orangtua ikut terlibat. Yang penting si anak mau melakukannya dengan didampingi orangtua tapi orangtua enggak boleh memarahi saat ada kesalahan kecil. Nanti dia malah jadi takut aktivitas lagi," ujar Psikolog Anak, Roslina Verauli, M.Psi, yang ditemui di kawasan Sudirman, Jakarta, Kamis, 22 September 2016.

Tanpa memberikan tekanan saat anak beraktivitas, akan memberikan rasa nyaman serta hubungan yang baik antara anak dan orangtua. Kemudian, karakter kedua dan ketiga yang harus ada pada orangtua adalah pengarahan yang langsung diberikan pada anak serta memberi kesempatan pada anak untuk ikut kegiatan.

48 Tahun Taiwan Technical Mission di Indonesia, TETO Dorong Peningkatan Kerja Sama Sektor Pertanian

"Pengarahan langsung bukan berarti menunjuk suatu kegiatan dan menjelaskan fungsi dan kegiatan itu, tapi dengan mengarahkan anak untuk ikut terlibat langsung. Biarkan anak terlibat untuk memberikan keterampilan secara emosi dan sosial," tambahnya.

Dengan keterampilan emosi dan sosial yang dimiliki anak, Vera berujar bahwa hal itu bisa berdampak pada tiga hal antara lain kompeten untuk kontrol emosi, memiliki emosi ‘ke-aku-an’ yang artinya anak ingin mampu melakukannya, serta empati di mana emosi yang berkembang adalah positif.

"Saat memiliki empati ia bisa kompeten secara sosial yaitu tulus membantu orang lain, paham norma sosial, paham aturan main di lingkungan sosialnya. Salurkan hal ini dari orangtua ke anak," kata dia.

Stella Christie

Perempuan sebagai Pelopor Inovasi Teknologi dan Kecanggihan AI, Wamen Dikti Saintek Tegaskan Tak Ada Perbedaan Gender

Kehadiran perempuan dalam industri teknologi turut menginspirasi generasi muda untuk mengejar karier di bidang STEM (sains, teknologi, teknik, dan matematika).

img_title
VIVA.co.id
27 November 2024