Komunitas Parenting, Berawal dari Kecemasan
- U-Report
VIVA.co.id – Zaman telah jauh berubah. Mendidik anak yang dulu nampaknya mudah, kini dirasa begitu susah. Banyak orangtua mengeluhkan perilaku anaknya bahkan mulai dari usia balita, Sekolah Dasar dan puncaknya saat anak menginjak SMP atau bahkan SMA.
Masalah yang dipusingkan bukan hanya sekadar perilaku anak yang dinilai bermasalah. Problemnya lebih luas, dari yang sepele dan remeh temeh, hingga yang kompleks. Dari keluhan anak tak mau makan, hingga konflik perbedaan gaya asuh antara ayah dan bunda hingga konflik dengan kakek dan nenek karena ketidakcocokkan cara mengurus dan mendidik anak.
Problem semacam ini pernah dialami Laras (32), ibu dua anak yang juga karyawan swasta. Ia mengaku, berbagai macam masalah di rumah seringkali membuatnya sulit konsentrasi kerja.
Ia bercerita, anak keduanya yang kini berusia 2,5 tahun pernah mengalami masalah susah makan. Sang buah hati hanya tertarik minum susu. Menyantap camilan seperti biskuit pun si kecil tak tertarik.
Sebagai ibu yang peduli dengan tumbuh kembang buah hatinya, Laras mengaku pusing menghadapi masalah susah makan si kecil. Walau hal ini dianggap sebagian orang sebagai masalah yang sepele, namun ia beranggapan, perlu punya trik agar bisa membujuk si kecil tertarik melirik makanan. Apalagi, konsumsi makanan yang bervariasi, lengkap dengan nutrisi sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang anak dan perkembangan otaknya di masa usia emas.
Beruntung, saat itu, ia mendapatkan informasi ada komunitas parenting yang mengajak para orangtua berbagi bersama cara mengatasi masalah anak yang tak mau makan dan hanya tertarik pada makanan tertentu saja.
Temanya saat itu dibungkus lewat judul, 'How to Prevent Your Kids Become A Picky Eater' dengan pembicara Ui Birowo, pendiri Tiga Generasi (Pusat Info dan Rumah Komunikasi), dan psikolog Chitra Annisya.
Ketika mengikuti kegiatan sharing yang berlokasi di Lotte Shopping Avenue, Sabtu 3 September 2016 itu, Laras merasa tak sabar ingin segera mengeluarkan unek-uneknya tentang masalah susah makan si kecil.
Meski acaranya di gelar di tengah keramaian, suasana dalam diskusi dan sharing itu justru terasa begitu santai. Apalagi saat itu, berbarengan dengan kegiatan Jakarta Cullinary Passport 2016.
Tak hanya Laras yang tertarik ikut dalam kegiatan sharing tersebut. Para ibu lainnya, juga antusias mengikuti kegiatan bincang santai itu. Ada sekitar 20 ibu duduk di kursi yang telah disediakan dan mereka siap bertanya, atau bahkan hanya sekadar mendengar dan menyimak.
Mereka bahkan ada yang membawa serta buah hatinya. Tak peduli si kecil sesekali rewel minta ini dan itu. Mereka tetap fokus, ingin menceritakan keluhannya, tentang si kecil yang susah makan. Dilihat dari raut wajahnya, mereka bagaikan haus informasi, sehingga banyak pertanyaan yang disimpan yang tak sabar ingin segera diutarakan.
Masalah yang ditanyakan beragam. Mulai dari anak yang gemar pilih-pilih makanan, hanya mau makan jika ada kerupuk, hingga si kecil melakukan gerakan tutup mulut total.
Setelah mengeluarkan unek-uneknya, perasaan lega terlihat dari wajah mereka. Apalagi saat itu ada seorang psikolog membantu mencarikan solusi untuk masalah yang mereka keluhkan.
Saat ini tidak hanya Tiga Generasi saja yang kerap menggelar diskusi soal pola asuh dan problem anak, sejumlah komunitas parenting lain melakukan kegiatan serupa.
Berawal dari Kecemasan
Diyakini Psikolog Anak dan Keluarga, Ana Surti Ariani, semakin banyaknya orangtua yang terpikat dengan ikut gerakan atupun komunitas parenting, berawal dari kecemasan.
"Orangtua mungkin banyak yang mengalami kecemasan. Mereka sering merasa takut memberikan pola asuh yang salah pada anak," kata dia.
Mereka butuh sharing karena ada dorongan mencari tahu lebih banyak bagaimana solusi yang baik terkait perkembangan anak. "Karena perkembangan anak itu penting, dan saat ada masalah, harus ada solusinya segera. Dengan sharing , orangtua bisa mendapat bantuan."
Diyakini Ana, menjamurnya komunitas atau bahkan gerakan parenting saat ini, salah satu alasannya, setiap orangtua butuh dukungan dari banyak pihak dan salah satunya bergabung dalam komunitas.
"Karena semua orangtua butuh informasi mengenai anak mereka, misal cara membesarkan anak. Selain itu, para orangtua juga bisa saling curhat mengenai keluhan anaknya masing-masing," kata dia.
Nah, disaat sudah saling sharing, katanya, orangtua akan merasakan adanya kesamaan. "Di situ mereka jadi merasa nggak sendiri mengalami berbagai permasalahan pada anak. Jadi secara mental mereka akan menjadi lebih kuat untuk kembali merawat anak," kata Ana
Munculnya komunitas parenting, ujarnya, juga karena adanyarasa kesadaran orangtua untuk mengasuh anak dengan lebih baik sudah semakin tinggi. Dengan mencari informasi tersebut diharapkan mereka bisa mendapatkan cara yang lebih baik lagi karena sudah berbeda zaman.
"Zaman sekarang ini tuntutan keberhasilan dan kompetisi untuk para anak-anaknya semakin tinggi. Jadi dengan memahami cara mengasuh anak dengan lebih baik, maka para orangtua berharap anak-anaknya bisa menghadapi kompetisi dengan skill yang telah diasah pada anak," ujar dia.
Tiga Generasi
Dari sekian banyak gerakan atau komunitas parenting yang ada, Tiga Generasi termasuk salah satunya. Pendirinya, Noella Adriyanti Rilantono atau akrab disapa Noella (Ui) Birowo.
Saat ditemui VIVA.co.id, ia menceritakan, awal mula ketertarikannya membuat Tiga Generasi. "Aku menyebut Tiga Generasi ini sebagai pusat info dan rumah konsultasi," katanya.
Ia mengaku, sama seperti para ibu lainnya, yang saat memiliki anak, mengalami banyak kepanikan. Termasuk, salah satunya, ketika ASI tak lancar mengalir, dan sedikit-sedikit ke rumah sakit untuk memeriksakan kondisi anak. "Aku benar-benar orangtua biasa yang banyak paniknya. Dari situ aku berpikir mengajak para psikolog yang juga teman-teman aku, untuk bikin seminar dan workshop membahas masalah-masalah sederhana yang sering dikeluhkan para orangtua," tuturnya.
Dari situlah terbentuk Tiga Generasi yang sudah eksis selama dua tahun terakhir. Visi dan misinya memberikan edukasi kepada keluarga Indonesia, bukan hanya pada orangtua, tapi juga untuk nenek dan kakeknya.
Ui pun menggandeng dua sahabat karibnya, Astrid WEN dan Anjar Titisari. Mereka awalnya juga memutuskan membangun website konsultasi yang berisi informasi kesehatan langsung dari ahlinya, yang diberi nama 'Tiga Generasi'.
Nama Tiga Generasi sendiri dipilih, karena merupakan perwakilan dari ciri khas keluarga Indonesia yang tidak hanya terdiri dari orangtua dan anak, namun kakek serta nenek yang juga aktif berperan dalam pengasuhan. "Kami memiliki tujuan untuk menjadi rekan dan pusat informasi sehubungan dengan perkembangan anak serta keluarga di Indonesia. Tiga Generasi aktif dalam memberikan konsultasi, seminar, workshop, dan pemeriksaan psikologis terhadap anak dan keluarga," ujar dia.
Di komunitas ini, setiap orang bisa bertanya, bagaimana komunikasi dengan mertua, pola asuh nenek pada cucunya, atau bahkan, trik anti panik asuh bayi. Saat ini Tiga Generasi, kata istri Indra Birowo ini, sudah ada 14 ahli, mulai dari psikolog anak dan dewasa, dokter anak, spesialis jantung hingga concelar laktasi.
Selama Tiga Generasi berdiri dan menggelar sejumlah seminar dan workshop, pertanyaan yang paling banyak disampaikan orangtua adalah bagaimana mengajarkan disiplin sejak dini, juga tentang bagaimana pola asuh yang tepat untuk buah hati.
Keluarga Kita
Komunitas parenting lain yang aktif mengajak keluarga terus belajar bagaimana membuat strategi pengasuhan anak adalah Keluarga Kita. Karena sifatnya gerakan, Keluarga Kita bukanlah lembaga ataupun konten komersil. Dijelaskan pencetusnya, Najeela Shihab, awalnya gerakan ini berasal dari blog bernama 24parenting, kemudian berubah jadi Keluarga Kita di tahun 2013.
Najeela percaya menjadi orangtua itu harus mau terus belajar. Sayangnya, kebanyakan orangtua tak suka membaca buku.
"Dari situ mulai bikin materi-materi parenting dengan slide, poster untuk kasih konten berkualitas. Karena selama ini masih banyak orangtua yang mispersepsi tentang merawat anaknya," kata dia.
Beruntung, gerakan yang dibentuknya mendapat sambutan positif. Berdiri dua tahun silam, Keluarga Kita semakin populer. Dari sini Najeela melihat keterlibatan orangtua lebih daripada sekadar membaca materi, tapi mereka juga sangat tertarik ikut sharing dan ingin belajar sama-sama.
"Banyak juga yang minta Keluarga Kita jadi pembicara, tapi kan nggak mungkin dipenuhi semuanya, sementara saya sendirian," ujar Najeela.
Najeela memahami orangtua butuh transformasi dalam memberikan pendidikan kepada anak.
Akhirnya, dia pun berinisiatif membuat Rangkul (Relawan Penggalang Keluarga) sejak setahun yang lalu. Rangkul terdiri dari para relawan yang bisa memberdayakan orangtua menjadi lebih memahami proses pembelajaran pada anak.
"Jadi kontennya yang dari web Keluarga Kita digerakkan melalui para fasilitator (relawan) untuk melatih orangtua untuk akhirnya juga bisa menularkan sifat memfasilitasi proses pembelajaran tersebut ke orangtua lain. Jadi semakin banyak orangtua yang paham dari satu orang ke orang lainnya," ia membeberkan.
Najeela tentu saja lega karena semakin banyak orangtua yang peduli, dan ikut bergabung dengan Keluarga Kita. Saat ini Keluarga Kita sudah merangkul 23 kota dan kabupaten.
Selain membentuk Rangkul, Keluarga Kita punya cara unik mengajak orangtua belajar mengenal lebih dalam peran pola asuh dengan tidak memungut biaya sepeser pun. Namun ia tidak menutup adanya donatur yang ikut membiayai programnya.
"Tapi dana kita nggak banyak kok. Yang penting itu kemauan dan niat orangtua untuk mau belajar. Biasanya juga kita kan cuma kasih bahan materi lalu difotkopi sendiri, jadi biaya sedikit," ujarnya.
Intinya, gerakan ini lebih merangkul ibu-ibu yang mau menjadi fasilitator maupun yang belajar di kelas untuk menularkan kesadaran pentingnya pola asuh yang tepat bagi anak sejak dini. Ia menuturkan, di tiap daerah minimal ada tiga kelas rangkul yang aktivitasnya bisa di mana saja, seperti masjid, posyandu, dan tempat lain di mana orangtua berkumpul.
Kemudian, dalam perkumpulan itu diberikan materi tertentu sesuai dengan kurikulum yang dimiliki Keluarga Kita. Keluarga Kita memiliki tiga kurikulum yaitu disiplin positif, hubungan reflektif, dan belajar efektif.
Tiga kurikulum ini memiliki turunan lagi. Misanya, disiplin positif yang mengajarkan bagaimana memberikan proses disiplin pada anak untuk main gadget. Hubungan reflektif mengajarkan bagaimana anak berhubungan baik dengan kakek neneknya, dan belajar efektif dengan mengajari anak proses membaca. Dengan pemahaman ini diharapkan orangtua bisa mengaplikasikannya ke anak.
Di kelas ia juga biasa memberikan materi melalui video. Setelah itu orangtua akan berbagi pengalamannya. Nantinya tiap kelompok akan bertemu secara reguler untuk membahas hal itu.
Kelas parenting ini, kata Najeela, semakin diminati. Namun ia membatasi setiap pertemuan paling banyak diikuti 30 orang. "Kalau kebanyakan takut enggak efektif. Tiap kelas ada satu fasilitator dan satu asisten fasilitator," ujar dia.
Setelah memberikan materi, mereka yang sudah ikut dalam kelas tersebut tak dibiarkan begitu saja. Keluarga Kita tetap memonitor untuk melihat perubahan pada orangtua, bagaimana mereka mengendalikan emosi.
Dari pembahasan di kelas rangkul, ada materi-materi yang berulangkali dibahas. Materi inilah yang kini ditetapkan sebagai kurikulum utama Keluarga Kita.
"Kenapa saya angkat tiga kurikulum utama itu, karena itu yang paling disukai dan banyak dikeluhkan orangtua. Setelah dapat materi itu, orangtua semakin semangat juga untuk ikut lagi di kelas," ujar dia.
Meski pertemuan dengan para orangtua berjalan lancar, bukan berarti Najeela tidak mengalami kendala. Tetap ada suka dan duka yang dirasakan selama mendirikan Keluarga Kita.
"Sukanya, bisa punya data perubahan para ortu menjadi lebih baik, makin semangat lihat orangtua banyak yang berubah, dan rangkul itu kontributornya adalah orangtua biasa dan bukan seorang ahli," ujar dia.
Spiritnya, memberikan pandangan ke orangtua lain bahwa setiap orangtua pasti bisa berubah lebih baik untuk menangani anaknya. Sementara dukanya, masih banyak orang yang menganggap parenting tidak penting.
Namun ia optimistis, dengan adanya kelas rangkul yang diikuti para relawan, semakin banyak orangtua yang bisa diajak berpartisipasi sehingga bisa menularkan perubahan positifnya ke orang lain.
"Kurikulum kita juga beda dengan gerakan parenting lain karena mengambil tema dari keluhan utama orangtua. Sehingga yang daftar selalu banyak dan kelas selalu penuh," ujar dia.
Apalagi orangtua yang ingin bergabung, tidak harus memenuhi persyaratan khusus, bahkan tidak dipungut biaya. Rata-rata mereka yang ikut juga terlihat antusias meski awalnya, melihat lebih banyak melihat materi yang dibahas.
Najeela yakin gerakan rangkul yang dicanangkangkan Keluarga Kita bakal berhasil karena saat ini dunia anak dengan orangtua bagaikan terpisah akibat pengaruh dunia teknologi yang kian berkembang cepat. "Ini membuat anak dan ortu sibuk masing-masing. Waktu orangtua dan anak terbatas menyebabkan masalah sosial juga."
Intinya, kata Najeela, Keluarga Kita hanya membantu orangtua belajar. Dengan rangkul, pihaknya melakukan langkah pencegahan agar orangtua mau melakukan perubahan pada buah hatinya. "Tindakan preventif sebelum ada masalah pada anak sangat penting," tegas dia.
Rumah Parenting
Perbedaan zaman, generasi, gaya hidup, dan pola pikir, lagi-lagi membuat pengasuhan dan pendidikan anak tidak dapat mengandalkan naluri ataupun pengetahuan seadanya. Dibutuhkan ilmu, pemahaman, dan kecakapan agar anak-anak menjadi shaleh dan cerdas.
Inilah yang membuat Rumah Parenting terbentuk. Rumah Parenting yang merupakan singkatan dari gRup Miracles At Home PARENTING diibentuk di Bandung pada 29 Agustus 2010.
Sama halnya dengan Tiga Generasi dan Keluarga Kita, Rumah Perenting ingin mewujudkan keluarga-keluarga yang bahagia dengan menyebarluaskan pengetahuan parenting.
Untuk itu, Rumah Parenting pun aktif mengadakan berbagai macam kegiatan untuk menyebarluaskan pengetahuan parenting. Tak hanya melalui pelatihan, konsultasi dan seminar, tapi juga melalui buku.
Dalam websitenya dijelaskan, buku pertama yang sudah dikeluarkan berjudul “Miracles at Home”, yang kemudian diterbitkan Penerbit B First dengan judul “Anak Saya Tidak Nakal, Kok”.
Tak hanya lewat buku, kegiatan juga dilakukan melalui Facebook. Di sosial media ini, Rumah Parenting berkomunikasi dengan anggota-anggotanya. Melalui Facebook, mereka berbagi kata-kata inspiratif, motivasi, dan juga simulasi kasus untuk melatih aplikasi teknik parenting para anggotanya.
Selain melalui website, Facebook dan buku, teknik parenting ini juga disampaikan pula dalam pelatihan dan seminar di berbagai kota.