Mikrosefalus Tidak Selalu Disebabkan Virus Zika
- REUTERS/CDC/Cynthia Goldsmith/Handout via Reuters
VIVA.co.id – Sejak wabah zika merebak, virus ini telah dikaitkan dengan meningkatnya angka kelahiran bayi dengan mikrosefalus di Amerika Serikat. Dampak mengerikan ini pulalah yang banyak membuat berbagai negara khawatir virus ini tersebar ke wilayah mereka.
Meski zika dikatakan sebagai penyebab mikrosefalus, namun menurut dr. Dyani Kusumowardhani, SpA., mikrosefalus tidak hanya disebabkan oleh virus zika saja.
Sebagai informasi, mikrosefalus adalah kelainan otak dengan ukuran kepala lebih kecil dari ukuran kepala rata-rata berdasarkan umur dan jenis kelamin. Kepala dikatakan lebih kecil jika ukuran lingkar kepala kurang dari 42 sentimeter atau lebih kecil dari standar deviasi tiga di bawah angka rata-rata.
"Pada prinsipnya ibu hamil yang terkena infeksi berat di trimester pertama kehamilannya berisiko bayinya mengalami kecacatan. Karena di masa inilah yang berkembang pertama kali adalah susunan saraf pada janin. Di masa ini pertumbuhannya sangat cepat jadi kalau terjadi gangguan pada ibu hamil pertumbuhannya akan terganggu dan salah satu akibatnya adalah mikrosefalus," kata Dyani saat mengisi acara Siang Klinik di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso, Jakarta, Kamis, 8 September 2016.
Bila sudah terjadi mikrosefalus pada janin, Dyani melanjutkan, tidak ada yang bisa dilakukan lagi. Karena tidak ada aturan kalau ibu mengandung bayi cacat boleh diaborsi.
Jika dalam pemeriksaan saat hamil ditemukan mikrosefalus, itu pun hanya bersifat dugaan saja. Karena selama belum terlihat langsung bisa saja itu perkembangan otak yang tidak sesuai dengan umur kehamilan. Yang bisa dilakukan adalah menyiapkan kelainan pada janin.
Sementara anak-anak yang terkena virus zika juga akan mengalami gejala yang sama pada orang dewasa. Pengobatan yang diberikan juga masih bersifat suportif dan simtomatik. Zika juga tidak memengaruhi tumbuh kembang anak karena tidak menyerang saraf pusat.
"Kalau gejala klinis kita memberikan obat yang bersifat simtomatik. Karena ini penyakit self limiting, sembuh dengan sendirinya, kita bisa dengan memperpendek sakitnya, keluhan bisa diminimalkan sampai anak bisa sembuh sempurna. Mengenai gangguan secara langsung dari virus ini, sampai saat ini masih dalam penelitian," kata Dyani.