2,6 Miliar Orang Berisiko Terkena Zika
- REUTERS/Beawiharta
VIVA.co.id – Sejumlah ilmuwan yang mencoba memprediksi perjalanan Zika di masa datang mengatakan, 2,6 miliar orang yang tinggal di sebagian wilayah Asia dan Afrika berisiko terinfeksi Zika. Angka ini berdasarkan hasil analisa terbaru dari perjalanan, iklim, dan pola penyebaran nyamuk di wilayah tersebut.
Dilansir dari laman Time, berdasarkan hasil penelitian di atas, sebagian besar wilayah yang paling rentan adalah India, Tiongkok, Filipina, Indonesia, Nigeria, Vietnam, Pakistan, dan Banglades.
Namun, para ahli memperingatkan bahwa penelitian ini bisa saja terlalu melebih-lebihkan angkanya. Karena, mereka belum mengetahui betul apakah Zika sudah menyebar ke beberapa negara tersebut di masa lalu dan membuat warganya membangun imunitas.
Lebih dari dua pertiga orang yang telah terinfeksi Zika tidak pernah sakit dan gejalanya ringan bagi mereka yang sakit, jadi sistem pengawasan mungkin saja terlewat dalam mendeteksi kasusnya.
Meskipun Zika pertama kali diidentifikasi in tahun 1947, namun virus ini belum dianggap sebagai ancaman kesehatan yang besar. Hingga akhirnya terjadi wabah di Brasil tahun lalu mengungkapkan kalau Zika bisa menyebabkan kecacatan parah pada bayi yang baru lahir saat wanita hamil terinfeksi.
Di bulan Februari lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa penyebaran Zika telah menjadi darurat global. Kemudian, epidemik telah terjadi di setidaknya 70 negara.
Dalam beberapa minggu terakhir, Zika telah menyerang lebih dari 100 orang di Singapura dan mulai menyebar di Florida, Amerika Serikat.
Zika sebagian besar tersebar melalui spesies spesifik nyamuk wilayah tropis, tapi bisa juga tertular melalui hubungan seks dan transfusi darah.
Para peneliti berharap penelitian terbaru mereka dapat membantu dalam pembuatan rencana resmi ke depan untuk mencegah efek buruk Zika.
"Untuk negara-negara dengan jumlah sumber daya terbatas, temuan ini mungkin dapat membantu mereka memberdayakan sumber daya itu seefisien mungkin," kata Dr Kamran Khan, dokter penyakit infeksi dan ilmuwan di St. Michael’s Hospital, Amerika Serikat.