Lonjakan Perokok, Bencana Bagi Demografi Indonesia
- REUTERS/Beawiharta/Files
VIVA.co.id – Berdasarkan data The Tobacco Atlas, lebih dari 2,6 juta anak dan 53 juta orang dewasa mengonsumsi tembakau di Indonesia. Proporsi dari pria dewasa, anak muda laki-laki, dan perempuan yang menggunakan tembakau di Indonesia lebih tinggi daripada negara berpendapatan menengah lainnya.
Beberapa studi bahkan menunjukkan bahwa pria dewasa Indonesia mulai mengkonsumsi rokok sejak usia dini, yakni sejak umur 12 tahun.
Jika semakin banyak generasi muda sudah terpapar rokok, maka ini bisa menjadi ancaman besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa datang.
Wakil kepala Lembaga Demografis Universitas Indonesia, Abdillah Ahsan, SE, M.SE, menjelaskan, Indonesia tengah berada di masa Bonus Demografi. Artinya, jumlah penduduk Indonesia kini didominasi usia produktif. Bonus Demografi ini diperkirakan akan mencapai puncaknya pada tahun 2025-2030.
"Bonus Demografi ini akan menjadi potensi pertumbuhan ekonomi. Tapi, kalau generasi muda yang masih SMP atau SMA sudah merokok, di tahun 2035 di saat mereka sudah mulai masuk dunia kerja, paru-paru mereka sudah hitam, sudah sakit-sakitan. Potensi ini tidak akan terjadi," ujar Abdillah saat peluncuran iklan layanan masyarakat antirokok di Kemenkes, Jumat, 2 Agustus.
Jika masalah rokok tidak segera ditangani, kata Abdillah, hal ini bisa menjadi bencana demografi bagi Indonesia.
Abdillah menambahkan, tren dalam 10 tahun terakhir di Indonesia, prevalensi rokok masih meningkat. Berbeda dengan Thailand yang sudah menurun.
Salah satu upaya efektif menurunkan prevalensi ini adalah dengan melarang iklan rokok serta menaikkan harga rokok sesuai dengan program Nawa Cita yang di targetkan presiden Jokowi. Nawa Cita kelima Indikator ke-21 Target kedua yang berisi kenaikan harga rokok hingga 200 persen.