Menkes Jelaskan Dampak Positif Jika Harga Rokok Naik
- VIVA.co,id/Tasya Paramitha
VIVA.co.id – Meski baru menjadi wacana, kenaikan harga rokok dan cukai rokok sudah menuai pro kontra di masyarakat. Banyak yang berpikir hal ini akan mematikan industri rokok yang seperti banyak diketahui, merekalah yang memberikan beasiswa dan juga sponsor besar untuk olahraga, bahkan pemasukan iklan di media. Belum lagi, nasib para petani rokok, serta pedagang eceran lainnya.
Apa yang menjadi ketakutan masyarakat akan hal tersebut sebenarnya hanya sesaat. Karena dampak negatif dari rokok tidak akan terlihat dalam waktu singkat, melainkan jangka panjang.
"Saya setuju kalau melihat tembakau jangan hanya dari sisi kesehatan, tapi dampak lebih luas. Kalau dari kesehatan sudah bosan kali ya yang mendengarnya. Lihat dari segala sisi," kata Menteri Kesehatan RI,  Nila F.Moeloek, di acara peluncuran Policy Paper CISDI, Gedung Stovia, Jakarta Pusat, Selasa, 30 Agustus 2016.
Pernyataan Nila tersebut juga dibenarkan oleh Direktur Program CISDI (Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives), Anindita Sitepu, yang menyatakan bahwa dampak dari rokok ini nantinya sangat luas, tidak hanya dari kesehatan, tapi juga kualitas generasi bangsa, terkait dalam usaha pemerintah mencapai 17 SDGs (Sustainable Development Goals) yang ditetapkan.
"Misalnya dari sisi kesehatan, kita tahu dampaknya (merokok).  Kemiskinan, kelompok miskin pengeluaran terbesar setelah beras adalah rokok, perokok perempuan terus meningkat, kita tahu sendiri perempuan dampak secara kesehatan sangat besar, tidak hanya itu, jika perempuan terkena dampak negatif rokok akan mempengaruhi anaknya, kemudian dari lingkungan sudah jelas, puntung rokok terbuang terbawa sampai laut, mempunyai residu yang meracuni ikan. Ini hal-hal yang tidak langsung kepikiran tentang dampak rokok tapi terjadi," ujarnya.
Hal tersebut terkait dengan upaya mencapai target SDGs yang dapat terhalang bila upaya pengendalian tembakau, khususnya kalangan generasi muda tidak mendapat perhatian serius. Apalagi mengingat jumlah anak yang mengkonsumsi rokok di usia remaja semakin meningkat tiap tahun.
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, usia remaja 15 hingga 19 tahun yang semakin meningkat. Lebih dari setengahnya, usia 15-19 tahun dipengaruhi rokok. Bahkan 5 sampai 9 tahun ada yang merokok. Generasi apa yang kita harapkan kalau mulai merokok di usia 10 tahun," kata Bambang Widianto, Sekretaris Eksekutif TNP2K (Tim Nasional Percepatan Pengendalian  Kemiskinan).
Untuk itu, CISDI meluncurkan sebuah Policy Paper Pengendalian Tembakau, yang diharapkan mampu memperkuat peta jalan upaya pengendalian tembakau dan pengurangan jumlah perokok pemula di Indonesia.
"Bicara mengenai pengendalian tembakau berarti melakukan aksi pembangunan manusia menuju populasi berkualitas. Dan langkah aksi bersama ini dimulai dengan menjamin Indonesia mempunyai generasi muda berkualitas serta mampu merealisasikan potensi ekonomi, kesehatan dan pendidikan," kata Diah Saminarsih Staf Khusus Menteri Kesehatan RI bidang Peningkatan Kemitraan dan SDGs. (ren)