Fenomena Selfie Picu Keinginan Operasi Plastik
- Pixabay/jesicajaew
VIVA.co.id – Mengungkapkan ekspresi lewat selfie saat ini telah menjadi tren. Saking tenarnya, istilah selfie bahkan sampai masuk dalam kamus Oxford Dictionary edisi terbaru pada tahun lalu. Puncaknya, Oxford pun menobatkan kata ini sebagai Word of the Year 2013.
Selfie tidak hanya dilakukan anak muda dari kalangan orang biasa, melainkan juga orang-orang penting dan terkenal. Bahkan tidak jarang selfie menjadi sarana interaksi kepada khalayak umum.
Meskipun sedang tren, namun siapa sangka fenomena selfie ini dapat memicu tingginya permintaan untuk melakukan operasi plastik, baik itu lewat proses pembedahan atau tanpa pembedahan.
Hal ini diungkapkan langsung oleh American Society for Aesthetic Plastic Surgery, yang mengaku bahwa prosedur bedah dan non-bedah pada tahun 2015, naik 20 persen dibandingkan tahun 2014. Peningkatan tersebut didominasi oleh Botox untuk prosedur non-bedah.
Seorang ahli bedah plastik dan rekonstruksi Dara Liotta, MD di Manhattan Upper East Side pun telah melihat bahwa hal ini dapat disebut sebagai 'tweakment' atau permintaan secara langsung.
Umumnya, orang yang melakukan ini tidak akan mengubah wajahnya secara keseluruhan, tetapi secara bertahap. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan keindahan wajahnya agar tidak terlihat berubah total.
"Saat ini banyak platform media sosial, seperti Instagram dan Snapchat, yang berbasis gambar dan disadari kehadirannya seakan memaksa kita untuk melihat gambar kita sendiri berulang kali. Untuk melihat gambar diri sendiri terkadang menimbulkan pandangan dan pemikiran kritis yang terlalu berlebihan dari sebelumnya," kata dr Dara Liotta seperti dilansir Dailymail.
Sementara itu, ahli kecantikan kulit Harold Lancer, MD, FAAD dari Beverly Hills juga telah merasakan dampak selfie dalam tempat praktiknya. Dia mengatakan bahwa bagaimanapun tindakan yang dilakukan adalah sebagian dari kritik yang bisa datang dari diri mereka sendiri.
"Saya telah mendapati pasien umur 12 tahun yang telah mengalami masalah jerawat dan meminta saya melakukan tindakan program penyembuhan, karena dia tidak ingin meminum obat. Ia merasa malu bila sang kekasih melihatnya memiliki wajah yang tidak baik di akun Snapchat," ujar dr.
Harold Lancer, MD, FAAD.
Ungkapan tersebut seolah membuktikan bahwa fenomena ini bisa terjadi karena adanya faktor otokritik dari rekan-rekan di lingkungan sekitar. Bahkan tidak jarang Lancer pun banyak menangani pasien berusia dewasa untuk melakukan program anti-penuaan.
Untuk beberapa pasien, mereka tidak cukup puas dengan foto narsis mereka dan hasil bayangan di cermin sehingga menyebabkan efek 'distorsi' atau memutar balikan fakta. Padahal menurut dr. Liotta selfie dapat membesar-besarkan fitur bagian wajah, seperti seperti hidung karena bagian itu lebih dekat dengan kamera daripada fitur lainnya.
Selain itu, tak sedikit pula orang-orang cenderung memiringkan dagu mereka ketika akan selfie. Di mana hal itu dapat membuatnya tampak seperti mereka memiliki lebih dagu yang sempurna.
Kendati demikian, jika Anda ingin mengubah bagian wajah Anda, Dr. Liotta pun menyarankan untuk mencari dokter spesialis yang dapat dipercaya dan telah bersertifikat. Ini untuk menghindari hal yang tidak diinginkan sekaligus memastikan tindakan ini untuk diri Anda dan bukan hanya karena selfie semata.
Adapun trik lainnya yang bisa Anda coba seperti menerapkan tren make-up yang seolah membuat ilusi pada bagian wajah Anda. Anda dapat mempelajarinya melalui tutorial di YouTube dan mengetahui bagaimana make-up dapat menarik perhatian tanpa harus merubah fitur wajah Anda sendiri. (ase)