Stres Terus Menerus Bisa Merusak Sperma, ungkap Riset
- Pixabay
VIVA.co.id – Sebuah riset di Polandia menegaskan pandangan bahwa sperma bisa rusak akibat pola hidup yang menyimpang. Para peneliti mengatakan, kerusakan sperma bisa berasal dari beberapa faktor, seperti obesitas, stres, dan bahkan penggunaan ponsel.
Faktor tersebut dapat mempengaruhi peluang bagi laki-laki untuk bisa punya anak dari istrinya. Analisis air mani terlihat pada angka dan kondisi seluruh sperma.Â
Tim peneliti di Polandia itu percaya tingkat kerusakan atau fragmentasi di dalam DNA sperma bisa menjadi indikator yang tepat dalam menentukan untuk kesuburan. DNA membawa informasi genetik sel dan karakteristik keturunan.
Pria dengan fragmentasi tinggi memiliki peluang yang lebih rendah untuk memiliki anak secara alami dan melalui prosedur seperti fertilisasi in vitro, seperti yang ditulis dalam International Journal of Impotensi Research.
Menurut dr Marian Radwan dari rumah sakit Gameta di Kota Rzgow, Polandia, mereka meneliti 286 pria di bawah usia 45 tahun yang sedang menghadiri klinik infertilitas. Dilansir laman Foxnews, sebagian besar pria itu kelebihan berat badan, perokok, stres kerja, mengalami stres kehidupan, dan ada yang telah menggunakan ponsel selama enam sampai 10 tahun.
Orang-orang itu memiliki konsentrasi sperma yang normal, tapi pria yang lebih tua dan orang-orang dengan stres kerja yang lebih tinggi memiliki fragmentasi DNA dalam sperma mereka.
Pria yang mengalami obesitas atau telah menggunakan ponsel selama lebih dari 10 tahun juga cenderung memiliki persentase yang lebih tinggi dari sperma yang belum matang daripada yang lainnya.
Ada beberapa bukti bahwa kerusakan DNA, di luar yang mempengaruhi kesuburan pria, kemungkinan diteruskan kepada keturunannya, Ini meningkatkan risiko mutasi gen terkait dengan berbagai penyakit, demikian menurut catatan studi para tim.
"Yang penting adalah bahwa faktor stres oksidatif dapat mengakibatkan kerusakan DNA yang disebabkan oleh kebiasaan buruk sosial dan gaya hidup yang tidak sehat. Berhenti merokok dan melakukan yoga serta meditasi dapat mengurangi stres psikologis dan stres oksidatif dan kerusakan DNA oksidatif," kata Rima Dada dari All India Institute of Medical Sciences di New Delhi.
(ren)