Benarkah Perokok Pasif Lebih Bahaya dari Perokok Aktif?
- Pixabay
VIVA.co.id - Banyak orang mengatakan bahwa menjadi perokok pasif jauh lebih berbahaya daripada menjadi perokok aktif. Benarkah demikian? Ketika dihembuskan oleh perokok, asap rokok tidak hilang begitu saja. Asap rokok dapat bertahan di udara sekitar dua hingga tiga jam.Â
Asap rokok akan tetap ada meski tidak terdeteksi oleh indra penciuman maupun penglihatan Anda, sehingga dapat dikatakan walupun tidak secara langsung menghirup asap rokoknya namun jika di sekitar lingkungan masih dapat mencium dan merasakan adanya aroma bekas rokok, hal ini tetap bisa disebut sebagai perokok pasif.
Dr Deffy dari Meetdoctor pun meyakinkan bahwa perokok pasif belum tentu lebih berbahaya daripada perokok aktif. Hal inikarena asap yang keluar dari rokok langsung, lebih berbahaya daripada asap yang telah dihisap melalui filter.
"Asap yang telah melalui filter telah disaring, dan partikel karbon tersaring dalam filter. Ketika asap sudah dihisap, karbon akan mengendap di dalam paru-paru."
"Terdapat pendapat yang mengatakan bahwa perokok pasif lebih terkena efek lebih berbahaya dibandingkan dengan perokok aktif. Pendapat ini kurang tepat," tambahnya lagi.
Perokok aktif menghisap asap dari rokok langsung, dan juga melalui filter. Sedangkan perokok pasif menghisap asap dari rokok dan juga asap yang telah keluar dari paru-paru perokok.
Karena hidung perokok aktif lebih dekat dengan asap yang keluar dari rokok langsung, maka perokok aktif akan menghisap asap langsung dari rokoknya lebih banyak daripada perokok pasif. Namun meski begitu, bukan berarti perokok pasif harus mengabaikan bahaya dari asap rokok.
"Senantiasa menghirup asap rokok secara pasif dapat meningkatkan risiko seseorang untuk terserang kanker paru-paru sebanyak 25 persen."
Asap rokok yang dihirup berdampak buruk pada dinding pembuluh darah dan membuat darah menjadi lebih gampang untuk menggumpal.
Merokok secara pasif juga dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Semua ini membuat perokok pasif lebih berisiko terkena stroke dan serangan jantung.
"Dengan terganggunya pembuluh yang mengalirkan darah ke jantung, kinerja jantung pun berisiko terganggu dan bahkan berujung pada gagal jantung."
Pada ibu hamil, lanjut Deffy, maka akan meningkatkan risiko keguguran, bayi lahir dengan berat badan yang rendah. Sedangkan pada anak-anak akan menimbulkan asma, pneumonia ataupun infeksi saluran pernapasan, kematian mendadak pada anak, meningitis, dan sebagainya. (ms)