Teknologi Baru Bayi Tabung, Tingkat Keberhasilan 70 Persen

dr Ivan, dr Anggia dan dr Indra dalam seminar bayi tabung
Sumber :
  • VIVA / Dody
VIVA.co.id
- Program bayi tabung atau dikenal dengan in vitro fertilazion (IVF) telah berkembang. Diperkirakan ada sekitar 3 juta pasangan di Indonesia yang mengalami kesulitan memiliki anak.


Teknologi untuk melakukan pemeriksaan analisa kromosom (karyotype) ini sudah dicoba para ahli sejak puluhan tahun yang lalu. Pemeriksaan tersebut hanya bisa mendeteksi tiga kromosom, yaitu 13, 18, dan 21. Itu pun dibutuhkan waktu lama, sedangkan manusia punya 23 kromosom dan 1 kromosom seks.


Baca juga:


Dengan kesulitan tadi, maka para ahli kedokteran memutar otak agar dapat mendeteksi 24 kromosom pada manusia dalam waktu singkat. Teknologi ini lahir dan dikenal sebagai Pre Implantation Genetic Screening (PGS).


Teknologi ini memungkinkan laboratorium mendapatkan jawaban analisa kromosom dari sampel sel, dalam hitungan jam, sampai maksimal 24 jam. Teknik PGS ini, diadopsi dari lembaga Reproductive Health Science ltd (RHS) Australia. Di Indonesia, teknologi ini dikembangkan oleh Morula IVF di bawah RS Bundamedik.


“Teknik ini ini dapat membantu menyeleksi embrio lebih baik dan meningkatkan kemungkinan implantasi sampai 60-70 persen lebih tinggi,” ujar dr. Ivan R. Sini, SpOG, dari RS Bunda Medik Health, dalam Seminar Awam Bayi Tabung di Gedung BIC, Menteng, Jaksel, Minggu, 20 September 2015.


Pihaknya menjalin kemitraan dengan Reproductive Health Science Ltd (RHS), sebuah institusi dari Australia Selatan yang mengembangkan produk aCGH kit, Embryocellect. Dengan adanya teknologi ini tentunya akan makin membantu para dokter kandungan untuk mengetahui dan menentukan apakah ada kelainan kromosom pada embrio pasien yang akan ditanamkan.


Memilih embrio terbaik


Tujuan dilakukannya PGS adalah untuk meningkatkan angka implantasi (penempelan embrio pada rahim) sehingga dapat menurunkan angka keguguran serta meningkatkan angka kelahiran bayi hidup.


Pada studi Randomized Control Trial (RCT) yang membandingkan embrio yang baik secara morfologi (bentuk) dibandingkan dengan embrio yang baik setelah dilakukan pemeriksaan PGS, terjadi peningkatan angka implantasi dan kehamilan dari 42 persen menjadi 69-70 persen.
Tak Banyak Pemainnya, Chery J6 Laku Keras di GJAW 2024


Lampard Tak Sebut Gerrard Pemain Terhebat, Justru Baru Sebentar Satu Tim dengan Pemain Ini Membuatnya Langsung...
Dengan adanya tehnologi ini memungkinkan untuk menganalisis 1 sel sehingga bisa diketahui bahwa kromosom dari embrio itu normal atau tidak sebelum ditanam. Jadi bisa lebih selektif terhadap memilih embrio.

Jelang Rapimnas Kadin, Forum ALB Tampung Keluhan Pengusaha

“Tujuan dari dilakukanya PGS ini, adalah untuk meningkatkan angka kelahiran bayi hidup. Harapanya akan membantu menentukan mana embrio yang baik sebelum kita tanam,”ujar dr. Anggia Melani, spesialis Obstetri & Ginekologi USU, satu di antara beberapa pembicara seminar.

Sekitar 80 persen dari telur yang diproduksi manusia bersifat aneuploidy yang berarti memunyai kelainan pada kromosom yang berakhir pada embrio yang tidak normal, yang berdampak pada kegagalan kehamilan atau terjadinya keguguran.


Cara yang berlaku umum di laboratorium embriologi dalam menentukan embrio mana yang dianggap ‘normal’ adalah dengan menganalisis morfologi embrio.


"Sistem PGS dapat meningkatkan presentase keberhasilan kehamilan serta memerkecil risiko terlahirnya bayi-bayi yang memiliki kelainan kromosom dan dapat mencetak kelahiran bayi-bayi dari program bayi tabung yang sehat," tambah dr. Indra NC Anwar, dokter ahli infertilitas di Morula IVF.


Hingga saat ini Morula IVF Jakarta telah berhasil melahirkan ratusan bayi yang lahir melalui program Bayi Tabung. Pasien tidak dari wilayah Jakarta dan sekitarnya bahkan berasal dari luar negeri seperti Belanda, Perancis, Kanada, USA dan lain lain.



Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya