Anda Berisiko Bunuh Diri? Ketahui Lewat Darah

Ilustrasi Otak
Sumber :
  • iStockphoto
VIVAlife
- Risiko seseorang bunuh diri ternyata bisa diprediksi dengan sebuah tes darah sederhana. Peneliti studi terbaru menemukan perubahan kimia dalam gen manusia sebagai reaksi tubuh saat stres.


Menurut penelitian Johns Hopkins University, perubahan gen melibatkan fungsi respons otak terhadap hormon stres, termasuk ketegangan sehari-hari. Pada akhirnya, itu mampu memicu perilaku bunuh diri.


Para peneliti berfokus pada mutasi genetik yang dikenal sebagai SKA2. Sampel otak dilihat. Ditemukan, tingkat SKA2 pada sampel otak orang-orang yang melakukan bunuh diri, berkurang secara signifikan.


“Dengan tes ini, kita dapat mengurangi tingkat bunuh diri dengan mengidentifikasi risikonya,” jelas ketua studi, Zachary Kaminsky, asisten profesor di Johns Hopkins University School of Medicine.


Diharapkan, dengan mengetahui risiko bisa dilakukan intervensi awal yang mencegah bunuh diri.

Puncak Mudik Natal dan Tahun Baru Terbagi 2, Kapolri Beberkan Tanggalnya

Temuan terpentingnya adalah metode modifikasi epigenetik yang bisa mengubah fungsi gen SKA2 tersebut tanpa mengubah urutan DNA. Yakni, dengan cara menambahkan bahan kimia yang disebut kelompok metil pada gen. Tingginya tingkat metilasi ditemukan pada subjek yang bunuh diri.
Pelantikan Pimpinan KPK dan Dewas Dipercepat, Nawawi Pomolango: Sertijab Tetap 20 Desember


WNA Rusia Ngaku Dideportasi dari Bali usai Bantu Polisi Tangkap Mafia Narkoba: Ini Tidak Wajar
Peneliti menguji tiga set yang berbeda dari sampel darah. Studi itu melibatkan 325 peserta dengan teori awal: metilasi meningkat seperti di SKA2 pada mereka yang punya pikiran atau usaha bunuh diri.


Kaminsky dan timnya lalu merancang model analisis yang bisa memperkirakan orang yang punya pikiran bunuh diri atau pernah mencoba bunuh diri, dengan 80 persen kepastian.


“Kami telah menemukan sebuah gen yang benar-benar penting mengidentifikasi berbagai perilaku dari pikiran untuk bunuh diri terhadap upaya untuk penyelesaian masalah,” Kaminsky mencatat.


Ia menyarankan, kondisi darah dimonitor untuk mengidentifikasi mereka yang berisiko bunuh diri. Studi yang dilakukan Kaminsky dan tim telah dipublikasikan di
The American Journal of Psychiatry
.


Sumber:
Times of India
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya