PPTI Jakarta Pusat Gencarkan Edukasi untuk Cegah Putus Pengobatan TBC
- ist
Jakarta, VIVA – Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular yang memiliki angka kematian lebih tinggi dibandingkan COVID-19. Saat ini, Indonesia berada di peringkat kedua dunia setelah India dengan estimasi kasus mencapai 1.060.000. Sebagai salah satu wilayah terpadat, Jakarta menjadi provinsi dengan kasus TBC yang cukup signifikan. Pada tahun 2024, tercatat sebanyak 30 ribu kasus TBC ditemukan di Jakarta.
Dari jumlah tersebut, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, menempati posisi tertinggi dengan 110 kasus TBC yang tercatat pada periode September hingga November 2024. Scroll lebih lanjut ya.
Data yang dirilis oleh Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) menunjukkan bahwa angka ini menjadikan Tanah Abang sebagai kecamatan dengan kasus TBC terbanyak setelah Kecamatan Kemayoran. Mirisnya, kelompok yang paling rentan terpapar penyakit ini adalah anak-anak dan lanjut usia (lansia). Di Jakarta Pusat, lebih dari 30 persen lansia terdiagnosa TBC.
Lansia yang mengidap TBC, seperti penderita lainnya, diwajibkan mengonsumsi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) selama enam hingga sembilan bulan untuk mencapai kesembuhan. Namun, proses pengobatan ini membutuhkan dukungan penuh dari keluarga sebagai caregiver. Menyadari pentingnya peran berbagai pihak dalam mendukung kesembuhan penderita TBC, terutama dari kalangan lansia, PPTI Jakarta Pusat mengadakan kegiatan edukasi di Kelurahan Kebon Melati, Jakarta Pusat, pada 8 Januari 2025.
Acara yang dihadiri oleh 26 lansia, 10 keluarga pasien, dan sejumlah kader ini bertujuan memberikan motivasi serta edukasi kepada pasien lansia dan keluarganya yang berperan sebagai caregiver. Selain senam lansia, kegiatan ini juga diisi dengan pembekalan materi dari Satya Aras, seorang TB Ranger dan peserta magang Campus Leaders Program batch 9 dari Bakrie Center Foundation yang ditempatkan di PPTI Jakarta.
Materi yang disampaikan mencakup aturan minum OAT, penjelasan tentang efek samping obat, cara menangani efek samping tersebut, serta pentingnya menjalani pengobatan hingga tuntas untuk mencegah putus pengobatan. Satya juga memberikan informasi mengenai langkah-langkah pencegahan TBC, khususnya bagi keluarga pasien yang menjadi kontak erat.
“Warganya sangat ramah dan kader sangat membantu saya dalam terselenggaranya acara ini. Semoga materi yang kami berikan dapat membantu keluarga dalam memahami penyakit TBC dan lebih siap dalam merawat lansia,” ujar Satya.
Salah satu caregiver yang hadir, Sri Wahyuni, mengungkapkan rasa terima kasih atas informasi yang diberikan dalam acara tersebut.
“Materinya sangat jelas dan membantu saya paham lebih tentang bagaimana merawat orang tua yang kena TBC. Saya jadi tahu betapa pentingnya dukungan dari keluarga, baik secara emosional maupun fisik. Saya sangat berharap acara ini akan diadakan terus, bukan hanya di wilayah kami tetapi di wilayah lainnya, agar lebih banyak yang mengetahui mengenai TBC dan perawatan pada lansia,” jelas Wahyuni.
Ditulis oleh:
Satya Aras Ardiansyah (Mahasiswa kesejahteraan sosial, Universitas Binawan)
Mari Esterilita, STr.Sos.Sp.P.S.A ( Kesejahteraan Sosial, Universitas Binawan)