Standardisasi Bungkus Rokok, Bagaimana Idealnya?

Salah satu gambar seram di bungkus rokok dijual di Amerika Serikat
Sumber :
  • FDA

Jakarta, VIVA – Kemasan rokok berperan besar terhadap tingkat perokok di Indonesia. Bukan sekedar sebagai pembungkus, kemasan rokok juga merupakan cara memasarkan produk tersebut sehingga semakin menarik kemasan itu maka akan semakin tinggi minat pembelinya. Rokok yang dijual di pasaran sejauh ini memiliki desain dan warna yang beragam sebagai identitas merk masing-masing sehingga pembeli dengan mudah menemukannya.

Emas Perhiasan dan Rokok Jadi Penyumbang Terbesar Inflasi 2024

Tetapi, diperlukan standardisasi kemasan rokok guna mengurangi rasa ketertarikan konsumen terhadap rokok. Jika standardisasi ini tidak diterapkan, maka pemasaran rokok lewat kemasannya secara tidak langsung akan terus berlanjut hingga meningkatkan jumlah perokok di Indonesia. 

Menurut Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, kemasan rokok idealnya dibuat tidak menarik dan sesimpel mungkin. 

Kenaikan Harga Rokok per 1 Januari 2025: Dampak terhadap Konsumsi dan Industri

"Kemasan rokok memang idealnya dibuat tidak semenarik mungkin. Bahkan, kalau kita merujuk ke negara-negara lain, itu sudah dilarang total adanya iklan dan promosi rokok," jelas Tulus Abadi, dalam diskusi bersama Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI), secara daring, Kamis 9 Januari 2025.

Standardisasi kemasan rokok plain atau polos, melarang adanya dekorasi tambahan pada bungkus rokok termasuk warna-warna yang mencolok. Sehingga, kemasan rokok hanya akan berisi elemen wajib seperti peringatan kesehatan dan informasi produk. Hal ini merujuk pada aturan perlindungan konsumen sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Harga Rokok Naik Hari Ini 1 Januari 2025, Berikut Daftarnya

"Dengan adanya kemasan rokok yang distandarkan, sehingga itu menjadi upaya untuk melindungi konsumen dan perspektif perlindungan konsumen pada produk yang tidak normal," katanya.

Seperti diketahui, merokok adalah salah satu faktor risiko utama terjadinya berbagai penyakit tidak menular seperti jantung koroner, kanker, stroke, hingga penyakit paru kronik. Berdasarkan hasil catatan dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan bahwa jumlah perokok aktif terus bertambah. Diperirakan setidaknya ada 70 uta orang perkokok di Indonesia dan sebanyak 7,4 persen di antaranya adalah anak muda dengan rentang usia 10-18 tahun.

Ilustrasi rokok

Penyakit Akibat Rokok Diusulkan Tidak Ditanggung BPJS Mulai Tahun 2025, Warganet Heboh!

Belum lama ini pemerintah mengusulkan mengenai tidak ditanggungnya penyakit akibat rokok oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mulai tahun 2025.

img_title
VIVA.co.id
3 Januari 2025