86 Persen Masyarakat Indonesia Simpan Antibiotik di Rumah Tanpa Resep Dokter, IDAI Ungkap Bahayanya

Ilustrasi - Obat sirup, obat antibiotik
Sumber :
  • ANTARA

Jakarta, VIVA –  Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI) kembali mengingatkan masyarakat, khususnya para orang tua, tentang bahaya penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Infeksi Penyakit Tropik IDAI, Prof. Dr. dr. Edi Hartoyo, Sp.A (K), menegaskan pentingnya penggunaan antibiotik sesuai indikasi dan resep dokter.

Jangan Gunakan Antibiotik Tanpa Resep Dokter!

“Antibiotik diperlukan khusus karena indikasi bakteri, bukan karena indikasi virus atau alergi. Jika infeksi bakteri tidak ditangani dengan antibiotik, maka resistensi akan meningkat sehingga biaya pengobatan juga semakin meningkat,” ujar Prof. Edi, Pada Selasa 10 Desember 2024.

Menurut data yang dipaparkan dalam seminar, hingga 86,1 persen masyarakat Indonesia dilaporkan menyimpan antibiotik di rumah tanpa resep dokter. 

Terpopuler: Alasan Antibiotik Harus Dihabiskan, Gaya Unik Julie Estelle di Akhir Tahun

Lebih dari itu, banyak antibiotik diresepkan untuk penyakit yang sebenarnya disebabkan oleh virus, seperti flu atau diare akut. Praktik semacam ini justru berkontribusi pada meningkatnya resistensi antimikroba (Antimicrobial Resistance atau AMR).

Kenapa Antibiotik Harus Dihabiskan? Ini Alasan Medis yang Perlu Anda Tahu

Prof. Edi menjelaskan bahwa batuk pilek pada anak, yang sering kali disebabkan oleh virus atau alergi, tidak membutuhkan antibiotik. “Sebagian besar batuk pilek yang berlangsung kurang dari satu minggu disebabkan oleh virus, jadi tidak perlu antibiotik,” jelasnya. 

Ia menambahkan bahwa antibiotik sebaiknya diberikan hanya jika terdapat gejala khas infeksi bakteri, seperti pilek yang berlangsung lebih dari seminggu dengan lendir hijau pekat.

Orang tua sering kali merasa khawatir dan cenderung meminta antibiotik saat anaknya sakit. Namun, Prof. Edi menegaskan menegaskan bahwa orang tua boleh mendiskusikan kebutuhan antibiotik dengan dokter, terutama jika yakin penyakit anak bukan disebabkan oleh bakteri. 

“Boleh saja menolak, namun dokter biasanya memiliki pertimbangan. Kalau anak terlihat sangat sakit dan gejalanya mengarah pada infeksi bakteri, antibiotik tetap diperlukan,” ujarnya.

Selain itu, Prof. Edi juga menyoroti dampak jangka panjang dari penggunaan antibiotik yang tidak tepat. “Jika antibiotik diberikan tanpa indikasi yang benar, kuman yang resisten akan tumbuh dan menyebar, meningkatkan biaya perawatan dan risiko kesehatan yang lebih besar,” ungkapnya.

Anak yang mengonsumsi antibiotik tanpa indikasi dapat mengalami efek samping seperti muntah, diare, atau reaksi alergi. Jika anak terus mengalami muntah, antibiotik hanya perlu diulang jika seluruh dosis yang diberikan belum terserap, karena 15 persen itu belum di absorsi. 

Prof. Edi juga menekankan, “Antibiotik diperlukan hanya jika ada indikasi bakteri, bukan karena indikasi virus atau alergi. Jika indikasi bakteri tidak ditangani dengan antibiotik yang tepat, maka resistensi akan meningkat, dan biaya pengobatan juga akan semakin tinggi.”
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya