Bahaya Perlengketan Plasenta Pascamelahirkan, Bisa Berakibat Fatal Jika Tak Cepat Ditangani!
- Pixabay.com/cynthia_groth
Jakarta, VIVA – Proses persalinan melibatkan beberapa tahap, yaitu pembukaan serviks (mulut rahim), kelahiran bayi, pengeluaran plasenta, dan pemantauan kondisi ibu selama satu jam setelah melahirkan. Jika ada gangguan dalam pengeluaran plasenta, hal ini dapat mengindikasikan terjadinya retensio plasenta atau perlengketan.
Retensio plasenta adalah kondisi di mana plasenta tetap berada di dalam rahim dan belum keluar dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir. Keadaan ini berbahaya karena dapat menyebabkan komplikasi seperti infeksi dan perdarahan hebat, yang termasuk penyebab utama perdarahan pascapersalinan (postpartum hemorrhage). Jika tidak ditangani dengan baik, retensio plasenta dapat berakibat fatal. Scroll untuk informasi selengkapnya!
"Setelah keadaan stabil dan kita evaluasi emang ada sisa sisa dari plasentanya. Akhirnya, kita putuskan untuk lakukan seperti mengambil plasenta untuk membersihkannya karena memang bagaimanapun kalau masih tersisa, kemungkinan terjadi perdarahan lagi pasti akan sangat (meningkat), sampai sekitar 3 minggu setelah persalinan," kata Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi, dr. Ruswantriani, Sp.OG, dalam konferensi pers di RSU Bunda, Jakarta, Minggu 8 Desember 2024.
Plasenta sendiri adalah organ yang terbentuk selama kehamilan, berfungsi untuk menyediakan nutrisi dan oksigen bagi janin serta membuang limbah dari darah janin. Dalam kondisi normal, plasenta akan keluar secara alami beberapa menit setelah bayi lahir. Namun, pada kasus retensi plasenta, organ ini tidak keluar dari rahim hingga lebih dari 30 menit pascapersalinan.
Kondisi ini cukup membahayakan nyawa ibu yang melahirkan. Risiko pendarahan hebat meningkat. Kondisi ini disebut dengan perdarahan postpartum primer (PPH). Jika proses pelepasan plasenta memakan waktu lebih dari 30 menit, sering kali terjadi pendarahan hebat.
Menurut American Pregnancy Association, salah satu cara untuk mengatasinya adalah membersihkan plasenta dengan anastesi umum namun risikonya lebih besar, terutama jika sang ibu ingin menyusui segera setelah melahirkan. Jejak obat tersebut akan tetap ada di sistem tubuh yang berarti obat tersebut juga akan ada di ASI. Pasien yang baru menjalani proses pembersihan plasenta juga perlu memastikan bahwa dirinya cukup kuat untuk menggendong dan menopang bayinya untuk menyusui.
Namun, jika memilih untuk menggunakan obat bius, plasenta dan selaput lainnya yang tersisa akan dikeluarkan secara manual dari rahim. Setelah operasi, pasien akan diberikan antibiotik secara intravena untuk menghindari risiko infeksi. Obat tambahan akan diberikan untuk membantu rahim berkontraksi setelahnya.