Apoteker Soroti Maraknya Peredaran Obat Palsu di Era Digital, Jangan Sampai Tertipu!
- VIVA/ Yuhaenida
Jakarta, VIVA – Di tengah pesatnya perkembangan era digital, peredaran obat palsu kian menjadi perhatian serius. Chief Category Officer Apotek Alpro, Apt. Rupa Lesty, mengungkapkan kekhawatiran terkait dua modus utama dalam kasus obat palsu.
Pertama, adanya oknum yang dengan sengaja memproduksi obat palsu demi keuntungan semata. Kedua, yang tak kalah mengkhawatirkan, adalah pengumpulan dan penjualan obat yang sudah kadaluarsa, sering kali melalui platform online.
"Kemudahan akses internet saat ini memungkinkan siapa saja membeli obat dari sumber yang tidak terpercaya. Sayangnya, banyak masyarakat yang tidak menyadari risiko membeli obat dari tempat-tempat yang tidak terjamin keasliannya," ujar Rupa Lesty dalam acara peluncuran perdana Apotek Alpro, Jumat 6 Desember 2024.
Kasus peredaran obat palsu bukanlah hal baru di Indonesia. Berdasarkan data dari tahun 2016, sekitar 25 persen dari pasar farmasi nasional diduga terkontaminasi oleh obat palsu. Kondisi ini semakin memburuk pada 2023, Mabes Polri berhasil mengamankan sebanyak 77 ribu obat palsu yang diperdagangkan secara online.
Lesty mengungkapkan kekhawatirannya terkait risiko yang ditimbulkan oleh obat palsu ini. Ia membayangkan apa yang terjadi jika obat palsu dikonsumsi oleh keluarga atau orang-orang terdekat, sesuatu yang pastinya tidak diinginkan oleh siapa pun. Ketidakpastian mengenai keamanan obat yang beredar membuat permasalahan ini menjadi perhatian utama, baik dari sisi konsumen maupun penyedia layanan kesehatan.
Dalam menghadapi permasalahan ini, Lesty menjelaskan bahwa Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah memberikan panduan untuk membantu masyarakat memastikan keamanan obat yang mereka konsumsi melalui 3P. Salah satu langkah utama adalah Pastikan bahwa obat selalu dibeli dari apotek resmi yang terpercaya.
Konsumen juga dianjurkan untuk memeriksa keberadaan papan praktik di apotek, yang menunjukkan izin operasional apotek dan apoteker. Papan ini wajib diperbarui setiap lima tahun dan menjadi salah satu indikator bahwa apotek tersebut beroperasi secara legal.
"Papan praktik ini menjadi bukti legalitas apotek dan apotekernya. Pastikan papan tersebut terlihat dan izinnya masih aktif," ujar Rupa Lesty
Selain memastikan tempat pembelian, Pastikan kemasan obat juga perlu diperiksa dengan teliti. Banyak obat palsu yang dapat dikenali dari kualitas kemasan yang buruk. Misalnya, strip aluminium foil pada obat palsu biasanya lebih tipis, tulisan pada kemasan mudah luntur, atau terdapat kesalahan ejaan. Dalam beberapa kasus, obat palsu bahkan tidak mencantumkan nomor batch, tanggal produksi, atau tanggal kedaluwarsa, yang seharusnya menjadi informasi wajib pada kemasan obat asli.
"Saat menerima obat, periksa apakah ada keanehan pada kemasannya. Obat palsu sering kali terlihat dari kualitas produksi yang buruk," tambahnya.
Kemudian Pastikan tanggal kadaluarsa adalah langkah penting. Selain itu, masyarakat juga bisa memanfaatkan website resmi BPOM untuk memverifikasi izin edar produk obat tertentu. Obat yang telah melewati masa kadaluarsa tidak hanya kehilangan efektivitasnya, tetapi juga dapat membahayakan kesehatan.
Selain itu, BPOM menyediakan layanan online untuk memeriksa izin edar obat. Konsumen dapat dengan mudah mengecek apakah obat tertentu memiliki izin edar yang aktif. Hal ini penting karena banyak obat di pasaran yang diproduksi tanpa izin BPOM, yang berarti produk tersebut tidak memenuhi standar keamanan dan legalitas.
"Izin edar aktif selama lima tahun. Jika sudah tidak aktif, artinya produk tersebut tidak boleh dikonsumsi," jelasnya.
Sebagai seorang apoteker, ia juga merasa perlu untuk terus memberikan edukasi kepada pasien mengenai ciri-ciri obat asli dan obat palsu. Edukasi ini mencakup cara memeriksa kemasan, memverifikasi izin edar, hingga memastikan tanggal kedaluwarsa.
“Saya sebagai apoteker sangat meng-emphasize, agar customer atau pasien kita lebih aware untuk membeli obat sebaiknya ke apotek untuk berkonsultasi terlebih dahulu,” ungkap Lesty.