Penyakit X Gejalanya Mirip Flu Mewabah Lagi, Sudah Tewaskan 79 Orang di Kongo

Ilustrasi virus.
Sumber :
  • Pixabay

Kongo, VIVA – Republik Demokratik Kongo tengah menghadapi wabah penyakit menular yang belum teridentifikasi, yang dikenal sebagai Penyakit X, sejak Oktober 2024. Penyakit ini telah menyerang ratusan orang dan menewaskan setidaknya 79 jiwa. Hingga kini, para pejabat kesehatan masih berusaha menemukan penyebabnya dalam beberapa hari ke depan.

Menurut Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika. Jean Kaseya, dari total 376 kasus yang tercatat, hampir 200 di antaranya adalah anak-anak di bawah usia 5 tahun. Korban meninggal mayoritas berusia antara 15 hingga 18 tahun. Wabah ini terdeteksi di provinsi Kwango, tepatnya di zona kesehatan Panzi. Gejala awal yang dilaporkan mencakup demam, sakit kepala, batuk, dan kesulitan bernapas. Peringatan nasional telah umumkan pada 1 Desember, beberapa minggu setelah kasus pertama ditemukan. Scroll untuk informasi selengkapnya!

Direktur Jenderal Institut Kesehatan Masyarakat Nasional, Dieudonne Mwamba, menduga penyakit ini menular melalui udara. Sampel pasien telah dikirim ke laboratorium nasional di Kinshasa, yang berjarak sekitar 500 kilometer dari lokasi wabah. Hasil pengujian diharapkan selesai dalam 48 jam mendatang, dan para pejabat kesehatan berharap dapat mengumumkannya pada akhir pekan.

Kementerian Kesehatan Kongo menyatakan bahwa asal penyakit ini masih menjadi misteri.

“Kami dalam keadaan siaga maksimum, kami menganggap ini sebagai tingkat epidemi yang perlu kami pantau,” ujar Menteri Kesehatan, Samuel Roger Kamba, dilansir Times of India, Sabtu 7 Desember 2024. 

Ilustrasi pasien dirawat di rumah sakit.

Photo :
  • vstory

Pemerintah mengimbau masyarakat untuk mencuci tangan secara rutin, menghindari pertemuan besar, serta tidak menyentuh jenazah tanpa pengawasan petugas kesehatan yang berkompeten.

Kemunculan Penyakit X terjadi bersamaan dengan meningkatnya kasus influenza. Hal ini memunculkan kembali kekhawatiran akan patogen baru yang berpotensi menyebar secara global. Situasi ini mengingatkan pada pandemi COVID-19 yang sebelumnya memaksa banyak negara menutup perbatasan dan menghentikan berbagai aktivitas ekonomi serta sosial.

Mampu Tangani Berbagai Penyakit, Terapi Sel Punca Diyakini Jadi Masa Depan Layanan Kesehatan Indonesia

Awal tahun 2024 ini, kasus cacar air jenis baru juga mendorong Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk menetapkannya sebagai darurat kesehatan masyarakat. Namun, penyebaran virus tersebut di luar Afrika hingga kini masih sporadis.

Seorang pejabat WHO wilayah Afrika menyatakan bahwa mereka telah mengirimkan tim ke lokasi wabah untuk mengumpulkan sampel dan melakukan investigasi laboratorium. CDC Amerika Serikat, yang memiliki kantor di Kongo, juga terlibat dalam memberikan bantuan teknis kepada tim respons cepat lokal.

Bisakah Terapi Stem Cell Sembuhkan Pengapuran Tulang?

Jean Kaseya mengungkapkan bahwa CDC Afrika turut membantu Kongo melalui para ahli epidemiologi, ilmuwan laboratorium, serta spesialis pencegahan dan pengendalian infeksi.

“Kami mendukung negara ini untuk membangun kapasitas yang kuat dalam pengawasan,” ujarnya.

Jangan Putus Asa! Meski Harus Jalani Pengobatan Seumur Hidup, Tingkat Kesuksesan Penanganan Talasemia Capai 95 Persen

Tim tanggap darurat telah dikerahkan ke provinsi Kwango untuk menangani kasus-kasus dan menyelidiki penyebab penyakit ini. Pemerintah meminta warga tetap tenang, waspada, dan mengikuti protokol kesehatan, seperti mencuci tangan dan menghindari kontak langsung dengan jenazah tanpa kehadiran tenaga medis.

Di tengah upaya penanganan, masyarakat setempat menghadapi berbagai tantangan. Claude Niongo, seorang warga Panzi, menceritakan bahwa istri dan anak perempuannya yang berusia tujuh tahun meninggal akibat penyakit ini.

“Kami tidak tahu penyebabnya, tetapi saya hanya melihat adanya demam tinggi, muntah-muntah... dan kemudian kematian,” katanya.

Symphorien Manzanza, pemimpin masyarakat sipil, menyoroti keterbatasan pasokan obat-obatan di daerah pedesaan seperti Panzi.

“Panzi adalah zona kesehatan pedesaan, jadi ada masalah dengan pasokan obat-obatan,” jelasnya.

Lucien Lufutu, presiden kerangka konsultasi masyarakat sipil provinsi Kwango, mengungkapkan bahwa fasilitas kesehatan di Panzi belum memadai untuk menangani wabah ini.

“Ada kekurangan obat-obatan dan pasokan medis, karena penyakit ini belum diketahui, sebagian besar penduduk dirawat oleh praktisi tradisional,” ungkapnya. Ia juga melaporkan bahwa penyakit ini telah menyebar ke zona kesehatan lain, termasuk Katenda.

Wabah Penyakit X di Kongo menjadi pengingat akan pentingnya kesiapsiagaan terhadap ancaman kesehatan global. Dengan langkah cepat dan dukungan internasional, diharapkan wabah ini dapat segera teratasi sebelum menimbulkan dampak yang lebih luas.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya