Jadi Kanker yang Paling Bisa Disembuhkan, Tapi Mengapa 70 Persen Pasien Kanker Mulut Rahim Meninggal Dunia?

Ilustrasi kanker
Sumber :
  • Pixabay

Jakarta, VIVA – Kanker mulut rahim menjadi salah satu masalah kesehatan serius pada wanita di Indonesia. Tren kasus kanker mulut rahim juga terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Bahkan penyakit ini berada di posisi kedua sebagai penyebab kematian pada perempuan di Indonesia. Setidaknya dilaporkan ada 36.633 kasis kanker leher rahim di Indonesia.

Jadi Single Mother Selama 50 Tahun, Rahayu Effendi di Mata Dede Yusuf: Beliau Ibu Gigih

“Isu kanker sebagian besar ketemu stadium lebih lanjut. Sehingga 70 persen kasus kanker meninggal, di kita angka survivalnya 2-3 tahun. Berbeda dengan di negara maju. Hanya 20 persen yang meninggal, dan angka survival lebih tinggi yakni 5 tahun,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi dalam acara percontohan skrining kanker leher rahim HPV DNA di Jakarta Selatan, Kamis 28 November 2024. Scroll lebih lanjut ya.

Lebih lanjut diungkap Siti Nadia, kanker mulut rahim adalah satu-satunya jenis kanker yang dapat disembuhkan. Asal, kanker tersebut sudah terdeteksi sejak dini. Namun sayangnya minat masyarakat di Indonesia untuk melakukan deteksi dini masih tergolong rendah.

Sempat Video Call Cucu dan Anak, Ini Harapan dan Wasiat Rahayu Effendi yang Belum Terwujud

“Dengan screening kita bisa liat apa yang terjadi pada leher rahim kita. Kalau sedari dini bisa kita atasi sehingga tidak berlanjut ke stadium berikutnya. Kanker mulut rahim ini satu-satunya kanker yang bisa disembuhkan dan makanya target WHO itu bisa eliminasi kanker leher rahim. Jadi sama seperti penyakit menular, kita bisa putus dari kankernya dan kemudian bisa kita tekan serendah mungkin,” jelasnya. 

Rahayu Effendi Dimakamkan di TPU Jeruk Purut Siang Ini

Nadia menjelaskan bahwa, ada beberapa alasan penyebab wanita di Indonesia yang telah menikah dan aktif berhubungan seksual masih enggan untuk melakukan deteksi dini masih rendah. Beberapa diantaranya adalah rasa malu, hingga masalah permintaan izin kepada suami untuk menjalani pemeriksaan.

ilustrasi kanker

Photo :
  • www.istockphoto.com

“Pemeriksaan ambil spesimen di sekitar leher rahim ini sering kali malu periksa dalam. Kedua biasanya mesti izin suaminya,” katanya.

Tak hanya itu saja, masih banyak wanita yang enggan untuk melakukan pemeriksaan lantaran takut dengan hasil tes tersebut. Belum lagi akan adanya opini negatif dari suaminya akan hasil tes positif kanker yang didapatkan sang istri.

“Rasa tabu, malu masih ada itu yang bikin masyarakat enggak mau. Permasalahan orang Indonesia di stadium awal mereka merasa baik-baik saja. Kalau sudah parah baru datang (ke faskes),” jelasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya