Perempuan Berisiko Dua Kali Lipat Kehilangan Semangat Kerja Akibat Stres
- www.freepik.com/free-photo
Jakarta, VIVA – Pekerja sektor keuangan di Indonesia menunjukkan kerentanan yang signifikan terhadap gangguan kesehatan jiwa. Berdasarkan penelitian terbaru yang dilakukan oleh Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa (Kaukus Keswa), hampir 30 persen pekerja di sektor ini mengalami stres kerja, terutama dalam bentuk kurangnya semangat atau energi kerja dan kelelahan kerja.
Sebuah penelitian yang dijelaskan dalam press conference “Diseminasi Survei Status Kesehatan Jiwa Pekerja Sektor Keuangan di Indonesia" pada Rabu, 13 November 2024 mengungkapkan bahwa pekerja perempuan dan pekerja muda (di bawah 40 tahun) di sektor keuangan memiliki risiko hingga dua kali lebih besar untuk mengalami penurunan semangat kerja akibat stres.
Menurut Dr. Ray Wagiu Basrowi, seorang peneliti dan inisiator Kaukus Kesehatan Jiwa, perempuan pekerja umumnya menjalani peran ganda yang menciptakan beban berlipat. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.
“Perempuan pekerja memiliki dua peran, peran ganda dan beban ganda. Mereka harus memerankan peran sebagai pekerja profesional, sekaligus sebagai ibu atau istri di rumah. Kompleksitas peran ini membuat mereka lebih rentan terhadap stres,” jelas Dr. Ray.
Dalam penjelasan lebih lanjut, Dr. Ray menekankan bahwa bukan jumlah pekerjaan yang menjadi penyebab utama tingginya stres, melainkan kompleksitas dan tuntutan peran yang harus dipenuhi oleh pekerja perempuan.
“Perempuan di sektor pekerjaan Indonesia lebih rentan mengalami stres bukan karena jumlah pekerjaan mereka, melainkan karena peran ganda dan beban ganda yang diemban,” tambahnya.
Tidak hanya pekerja perempuan, tetapi pekerja muda di bawah usia 40 tahun juga termasuk dalam kelompok rentan.
Dr. Ray menjelaskan bahwa dampak stres yang dialami pekerja perempuan dan pekerja muda berimbas pada penurunan semangat kerja, yang dikenal dalam istilah medis sebagai vigor.
“Studi ini menunjukkan bahwa jenis vigor atau kehilangan stamina kerja, serta kelelahan dan kelesuan, terjadi signifikan pada 30 persen pekerja di sektor keuangan, terutama di lembaga perbankan dan BUMN,” ungkap Dr. Ray.
Temuan ini sangat penting karena menunjukkan adanya data baru tentang status kesehatan mental pekerja di sektor keuangan. Selama ini, belum ada data skala besar yang valid mengenai kondisi mental pekerja di sektor tersebut.
“Ini adalah data baru bagi status kesehatan jiwa pekerja di Indonesia. Temuan ini menggambarkan realitas kondisi mental pekerja, khususnya di sektor keuangan yang memiliki tekanan tinggi,” lanjut Dr. Ray.
Penelitian ini menggunakan instrumen khusus yang dirancang untuk mengukur tingkat stres dan kesejahteraan mental para pekerja. Dr. Ray menyebutkan bahwa studi ini melibatkan partisipasi dari ribuan pekerja di sektor perbankan dan lembaga keuangan BUMN.
“Instrumen yang digunakan memungkinkan kami untuk mendapatkan gambaran yang lebih rinci dan akurat mengenai tingkat stres dan semangat kerja pekerja,” jelasnya.
Temuan ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi perusahaan dan pemangku kepentingan untuk lebih memperhatikan kondisi kesehatan mental pekerja, terutama perempuan dan generasi muda.
Dengan langkah-langkah yang tepat, perusahaan diharapkan dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih suportif dan mengurangi risiko stres berlebih di kalangan pekerja.
Penelitian ini memberikan pandangan untuk meninjau ulang kebijakan kesejahteraan karyawan mereka.
Langkah-langkah yang dapat diambil termasuk menyediakan program keseimbangan kerja-hidup, dukungan kesehatan mental, serta pelatihan manajemen stres bagi pekerja.
“Penting bagi perusahaan untuk menyadari bahwa pekerja perempuan dan pekerja muda menghadapi tantangan unik yang memengaruhi kesehatan mental mereka. Perusahaan harus berinovasi dalam menciptakan solusi agar para pekerja ini merasa didukung dan mampu bekerja dengan semangat penuh,” saran Dr. Ray.