Biaya Medis di Indonesia Melonjak, Gimana Nasib Tunjangan Kesehatan Karyawan?

Ilustrasi dokter/rumah sakit.
Sumber :
  • Freepik

Jakarta, VIVA – Dalam beberapa tahun terakhir pasca pandemi COVID-19, biaya medis di Indonesia mengalami lonjakan signifikan. Inflasi medis yang tinggi, kemudahan akses ke fasilitas kesehatan, dan perubahan ragam tindakan medis pasca COVID-19 mendorong kenaikan biaya medis hingga tahun 2024. 

COP29, BNI Ungkap Peran Strategis Perbankan Akselerasi Transisi Hijau di Indonesia

Situasi ini menjadi tantangan khususnya bagi HR (Human Resources) perusahaan dalam merancang, menawarkan dan mempertahankan program employee health benefits, terutama tunjangan kesehatan bagi karyawan, yang kompetitif dan sesuai dengan pasar. Scroll untuk informasi selengkapnya!

Sementara bagi karyawan, mereka juga akan ketar-ketir apakah lonjakan biaya medis ini akan mengurangi tunjangan kesehatan yang mereka terima di perusahaan. Lalu, adakah solusinya?

Curhat Advokat Zuhesti Prihadini Terjerat Pidana Padahal Jalankan Tugas dari Atasan

Ilustrasi Asuransi Kesehatan

Photo :
  • pexels.com/Pixabay

Mercer Marsh Benefits (MMB) baru-baru ini merilis Indonesia Health and Benefits Study 2024, sebuah laporan yang menyajikan analisis mendalam mengenai tunjangan kesehatan karyawan di berbagai industri di Indonesia. 

Dua Teknologi Ini Dorong Inovasi hingga Efisiensi Bisnis

Laporan ini, yang sudah mulai dikerjakan sejak 2022, bertujuan untuk memberikan wawasan terkait tren biaya kesehatan dan manfaat yang diberikan perusahaan kepada karyawannya, serta mengungkap berbagai perubahan yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir.

Ria Ardiningtyas, Head of Consulting and Analytics, Mercer Marsh Benefits Indonesia, menjelaskan, salah satu fokus utama dari studi ini adalah mengenai berbagai bentuk tunjangan kesehatan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan mereka. 

“Tunjangan ini dapat diberikan melalui asuransi atau dibiayai langsung oleh perusahaan tanpa melalui pihak asuransi,”
ujarnya saat Media Breafing di Marsh Indonesia Office, Jakarta Selatan, baru-baru ini.

Data yang digunakan dalam laporan ini diambil dari portofolio klien MMB, mencakup 24 industri berbeda dengan 470 perusahaan, serta lebih dari 320 ribu anggota yang terdiri dari karyawan, pasangan, dan anak-anak mereka. Industri komunikasi dan media teknologi mendominasi dengan porsi sekitar 13 persen, disusul manufaktur dan jasa personal yang masing-masing mencakup sekitar 9 persen.

“Laporan ini juga mengungkap bagaimana tren biaya kesehatan terus berkembang. Salah satu temuan penting adalah adanya inflasi biaya medis yang berpengaruh pada biaya tunjangan kesehatan yang harus ditanggung perusahaan,” katanya.

“Fleksibilitas manfaat kesehatan juga menjadi tren yang semakin meningkat, di mana karyawan kini dapat memilih manfaat sesuai dengan kebutuhan dan tahapan hidup mereka,” tambah Ria.

Selain itu, laporan ini menyoroti peningkatan penggunaan telemedicine, terutama sejak pandemi COVID-19. Penggunaan layanan ini membantu menurunkan biaya perawatan kesehatan, di mana biaya per sesi telemedicine berkisar antara Rp200 - 300 ribu, jauh lebih rendah dibandingkan dengan biaya rawat inap yang rata-rata mencapai Rp1,1 juta. 

“Sekitar 86 persen perusahaan asuransi di Indonesia kini sudah mengizinkan klaim melalui telemedicine, menunjukkan adaptasi terhadap teknologi digital dalam layanan kesehatan,” paparnya.

Sementara untuk menghadapi peningkatan biaya kesehatan, banyak perusahaan mulai menerapkan skema co-sharing, di mana karyawan dan perusahaan berbagi tanggung jawab dalam membayar biaya kesehatan. 

“Langkah ini bertujuan untuk mengontrol pengeluaran perusahaan sekaligus mendorong karyawan agar lebih bijak dalam memanfaatkan layanan kesehatan yang tersedia,” tukasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya