Bertarung Pulihkan Pandemi, Jalan Terjal Pemerintah Indonesia Bangkit dari Belenggu COVID-19
- Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden
Jakarta, VIVA – Pada Desember 2019, virus corona atau COVID-19 muncul di Wuhan, China. Tidak butuh waktu lama, virus Sars-CoV-2 itu menyebar dengan cepat, karena sifatnya yang sangat menular.
China sendiri melaporkan secara resmi adanya virus corona kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 31 Desember 2019. Sejak saat itu, virus corona merambat dengan cepat ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Lantas bagaimana jejak perjalanan wabah mematikan virus corona tersebut hingga langsung memunculkan situasi pandemi yang mencekam di Tanah Air? Apa saja yang jadi langkah penentu dari pemerintah dalam menanganinya?
Berikut tersaji rangkuman menganai wabah COVID-19 di Indonesia dan langkah-langkah pemerintah yang dikomandoi Presiden Joko Widodo dalam menangani situasi pandemi, informasi selengkapnya dihimpun VIVA dari berbagai sumber.
Kilas Balik Perjalanan Pandemi COVID 19 di Indonesia
Kasus pertama COVID-19 diyakini pertama kali muncul di pasar basah Wuhan, di mana virus tersebut diduga berpindah dari hewan liar ke manusia. Sejak mewabah di China pada Desember 2019, penyebaran COVID-19 terus meluas ke berbagai negara.
Virus corona mulai masuk ke Indonesia pada 10 Maret 2020. Pada saat itu, Presiden Joko Widodo mengumumkan dua warga negara RI positif terinfeksi COVID-19.
Mendiang Achmad Yurianto yang saat itu menjabat sebagai Juru Bicara Pemerintah Khusus Penanagan COVID-19 mengungkap bahwa kasus kematian pertama COVID-19 itu adalah seorang wanita berusia 53 tahun. Pasien yang dilabeli dengan nomor 25 ini merupakan warga negara asing.
Saat itu diketahui bahwa pasien tersebut teridentifikasi sebagai imported case, yang mana dirinya tidak tertular virus corona di Indonesia.
Kondisi pasien tersebut juga memiliki komorbid, sehingga virus corona dinyatakan bukan menjadi penyebab utama pasien tersebut meninggal dunia.
Hingga memasuki bulan ke-9, Indonesia masih belum keluar dari situasi pandemi tersebut.
Menurut data per Senin 14 Desember 2020, jumlah kasus virus corona di Tanah Air mencapai 623.309 kasus.
Namun, meski jumlah kasus positif terus bertambah, pemerintah menyampaikan kabar baik bahwa semakin banyak juga pasien terpapar corona yang dinyatakan sembuh.
Data memperlihatkan bahwa ada penambahan 5.121 pasien COVID-19 yang sembuh di 34 provinsi dan 510 kabupaten/kota. Total pasien COVID-19 yang sembuh kini mencapai 510.957 orang. Sementara itu, kasus kematian mencapai 18.956 jiwa.
Kebijakan-kebijakan Pemerintah yang Relatif Terukur antara Gas & Rem
Sejak COVID-19 mewabah di Indonesia, pembatasan sosial yang diberlakukan pemerintah menggunakan istilah yang berbeda-beda walaupun esensinya sama saja.
Pada awalnya dinamakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang mulai berlaku 17 April 2020. Kemudian istilahnya berganti menjadi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), lalu diganti lagi menjadi PPKM Mikro pada Februari 2021.
Dalam PSBB ini juga sejumlah pengendara transportasi diwajibkan untuk selalu menggunakan masker dan menjaga jarak. Jam operasional kendaraan umum juga dibatasi selama PSBB. Di DKI Jakarta, misalnya penumpang pengguna transportasi umum juga dibatasi sebanyak 50 persen dari jumlah yang seharusnya.
Pengguna sepeda motor juga diimbau hanya untuk satu orang saja. Sementara kendaraan roda empat tidak boleh lagi mengangkut lima sampai tujuh penumpang.
Untuk kendaraan niaga diperbolehkan beroperasi selama PSBB, terutama di bidang logistik atau angkutan barang. Hal ini agar masyarakat tetap bisa mendapat pasokan kebutuhan sehari-hari secara normal.
Tak sampai di situ saja, di tahun 2021 pemerintah juga membuat kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Berbeda dengan PSBB yang hanya dilakukan di sebagian wilayah di Indonesia, PPKM ini dilakukan serentak atas dasar komando pemerintah pusat. PPKM pertama kali diberlakukan pada 11 Januari s.d. 25 Januari 2021 lalu tepatnya di tujuh provinsi di Pulau Jawa, di antaranya DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali.
Seiring berjalannya waktu serta menyesuaikan keadaan dari masing-masing wilayah di Indonesia, maka PPKM dilakukan secara berkelanjutan mulai dari Pulau Jawa, Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, hingga skala Nasional.
Istilah-istilah PPKM pun mulai bermunculan dari yang semula PPKM Jilid Pertama kemudian beralih menjadi PPKM Jilid Kedua, PPKM berbasis Mikro hingga PPKM Darurat.
Pada 31 Maret 2021, COVID-19 telah ditetapkan sebagai pandemi di Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 11 tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 di Indonesia.
Sejak saat itu tatanan kehidupan sosial di Indonesia mulai berubah. Banyak kegiatan dan aktivitas masyarakat berhenti, sedangkan kehidupan harus tetap berjalan.
Terutama untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar seperti bekerja, berdagang, mengajar, bersosialisasi, dan aktualisasi diri. Karena kasus COVID-19 tak kunjung reda, pemerintah memutuskan untuk mengambil langkah pengetatan PPKM Mikro pada Juni 2021.
Kasus COVID-19 masih terus naik, sehingga ditetapkanlah PPKM Darurat pada Juli 2021. Kemudian diperpanjang lagi dengan istilah PPKM Level 1-4 pada September 2021.
Gelombang COVID-19 relatif sulit diatasi karena berbagai variannya antara lain; Alpha yang terjadi pada 2020, Delta yang terjadi pada 2021, dan Omicron yang terjadi pada 2022.
Penularan COVID 19 dapat dicegah melalui vaksinasi serta disiplin menerapkan protokol kesehatan 5M, yakni: Mencuci tangan, Memakai masker, Menjaga jarak, Menjauhi kerumunan, Mengurangi mobilitas.
5M yang dijalankan masyarakat menjadi kunci dalam menekan penyebaran COVID 19. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya 5M menjadi sangat penting dengan menyebarluasan media serta monitoring secara langsung pelaksanaan prokes dan 5M di masyarakat.
Presiden Jokowi menyatakan bahwa adaptasi kebiasaan baru dan protokol Kesehatan yang diterapkan kedepan harus praktis dan bisa dikemas secara digital.
Hingga saat ini, terdapat enam aktivitas utama yaitu perdagangan, industri, transportasi, pariwisata, keagamaan dan pendidikan yang telah menerapkan Protokol Kesehatan secara digital melalui aplikasi Peduli Lindungi.
Melalui penggunaan teknologi informasi seperti aplikasi Peduli Lindungi, berbagai macam aktivitas ekonomi masyarakat bisa berjalan dengan tidak mengesampingkan faktor kesehatan.
Salah satu poin krusialnya juga terletak pada melaksanakan pemantauan penggunaan aplikasi Peduli Lindungi di masyarakat.
Hal ini untuk memastikan bahwa protokol kesehatan tidak hanya dimiliki oleh pemerintah tetapi juga masyarakat dalam beraktivitas. Peduli Lindungi juga memudahkan pengawasan prokes masyarakat sehingga menjadi lebih efektif.
Penerapan Protokol Kesehatan yang Efektif di Lapangan
Selain langkah pemberlakuan pembatasan sosial masyarakat, pemerintah juga melakukan program vaksinasi di seluruh wilayah Indonesia. Sosialisasi pola hidup sehat terus-menerus dilakukan yakni cuci tangan, menggunakan masker, dan jaga jarak.
Banyak ahli yang mengatakan, vaksin tidak menjadi kunci berakhirnya pandemi COVID-19. Tindakan pencegahan dan kedisiplinan masyarakat dengan tetap patuh menerapkan protokol kesehatan, menjadi solusi penting berakhirnya pandemi ini.
Situasi pandemi COVID-19 menimbulkan kekhawatiran masyarakat dan seringkali menjadi ketakutan dan ketidaknyamanan.
Hal ini disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai COVID-19 dtambah lagi dengan informasi yang tidak tepat yang beredar di masyarakat termasuk hoaks.
Penyebarluasan informasi dan memproduksi media-media terkait COVID-19 guna memberikan informasi dan edukasi yang benar bagi masyarakat.
Melalui penyebarluasan informasi dan edukasi yang tepat masyarakat mampu berperilaku dengan benar dan mengambil aksi untuk sama-sama bergerak memutus rantai penularan COVID-19 di Tanah Air.
Upaya edukasi dan penguatan melakukan 3M, penyebarluasan Informasi vaksinasi COVID 19 dan penerapan protokol
kesehatan terus dilakukan secara masif melalui kampanye bersama di berbagai platform media.
Termasuk dengan mengajak organisasi masyarakat, komunitas, dunia usaha, lintas sektor, lintas program serta seluruh Dinas Kesehatan hingga Puskesmas untuk turut serta dalam penyebarluasan informasi dan edukasi.
Hidup bersama dan berdamai dengan virus corona, penyebab penyakit COVID-19, tampaknya jadi pilihan banyak negara di dunia, tak terkecuali bangsa Indonesia.
Pandemi COVID 19 menuntut masyarakat untuk hidup dengan tatanan hidup baru dan mampu melakukan kegiatan sehari-hari dengan melakukan adaptasi hidup baru berdampingan dengan COVID 19.
Guna menyatukan langkah-langkah efektih dalam penanganan pandemi tersebut, mendorong seluruh komponen bangsa sekaligus memastikan masyarakat untuk patuh dalam menjalankan protokol kesehatan melalui penyebarluasan media tentang protokol kesehatan masyarakat.
Upaya 3T atau tindakan melakukan tes COVID-19 (testing), penelusuran kontak erat (tracing), dan tindak lanjut berupa
perawatan pada pasien COVID-19 (treatment) adalah salah satu upaya penanganan COVID-19 beriringan dengan pelaksanaan vaksinasi dan protokol kesehatan masyarakat.
Selain dengan penyebarluasan informasi kepada masyakarat untut turut serta mendukung 3T dengan bersedia melakukannya dan stop stigma pada pasien COVID-19, juga dengan memperkuat kolaborasi dan koordinasi dengan TNI, POLRI, Dinas Kesehatan dan Puskesmas.
Upaya Datangkan Vaksin yang Menjadi Barang Langka
Pemerintah Indonesia pun menerima sebanyak dosis vaksin COVID-19 dari China, Sinovac pada akhir tahun 2020 silam. Banyak yang menanti dan berharap kondisi pandemi segera membaik dengan tibanya vaksin ini.
Namun, kedatangan vaksin bukan berarti menjadi akhir dari COVID-19. Sudah banyak ahli yang mengatakan bahwa kita masih harus terus mematuhi protokol kesehatan. Bahkan, mereka yang sudah mendapat vaksin pun masih harus memakai masker.
Diplomasi yang dilakukan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia di bawah komando Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi merupakan salah satu kunci penanganan pandemi COVID-19 di Tanah Air.
Betapa tidak, sejak awal pandemi tahun 2020 lalu, Retno bersama sejumlah menteri dalam Kabinet Kerja turut serta mengamankan pasokan vaksin COVID-19.
8 Maret 2021 lalu, Indonesia menerima pengiriman dosis vaksin COVID-19 sebanyak 1.113.600 juta dosis vaksin yang diperoleh melalui skema kerja sama multilateral.
Pengiriman pertama vaksin via skema multilateral atau tahap keenam pengiriman vaksin pemerintah Indonesia tersebut menyertakan vaksin Covid-19 dari perusahaan farmasi AstraZeneca.
Vaksin tersebut diperoleh melalui skema kerja sama multilateral pemerintah Indonesia dengan Aliansi Global untuk Vaksin dan Imunisasi (GAVI), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), UNICEF, Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI), dan berbagai pihak internasional lainnya lewat inisiatif COVID-19 Vaccines Global Access (COVAX) Facility.
Data terakhir Satgas COVID-19, per 6 Juli 2023 vaksinasi di negara kita udah mencapai 203,4 juta suntikan dosis pertama. Artinya, 86 dari 100 orang sudah tervaksinasi dosis pertama.
Untuk dosis kedua, udah mencapai 174,9 juta suntikan. Sementara dosis ketiga udah mencapai 69 juga suntikan dan dosis keempat udah sampai 3,4 juta suntikan.
Jadi, kalaupun berubah jadi endemi, tentu aman-aman saja.
Usai pandemi berlalu dan kala penghapusan sistem PPKM per akhir 2022 lalu, awal pekan ini pemerintah mulai program vaksinasi booster kedua.
Lantas perlukah masyarakat untuk mendapatkan vaksin booster kedua di tengah penurunan kasus COVID-19 dan penghapusan PPKM?
Terkait hal itu, Ketua Satgas COVID-19 PB IDI, Dr.dr. Erlina Burhan, Sp.P (K), MSc, masyarakat tetap perlu mendapatkan booster kedua. Sebab, kasus COVID-19 yang tidak bisa diprediksi.
Hal ini mengacu pada kasus COVID-19 di China dan Jepang yang meningkat selama beberapa waktu belakangan ini.
"Contoh Jepang dan China mereka sangat hati-hati, protokol kesehatan ketat tapi bisa peningkatan kasus terjadi di situ," kata dia dalam virtual conference, Rabu 25 Januari 2023 lalu.
Lebih lanjut, diungkap oleh Erlina Burhan bahwa proteksi vaksinasi yang didapatkan oleh masyarakat akan menurun setelah enam bulan divaksinasi.
"Kita tau teorinya setelah vaksinasi dilakukan 6 bulan kemudian proteksi yang kita dapatkan menurun termasuk antibodi yang didapatkan karena terinfeksi atau karena sakit. Perlu diingat antibody itu kemudian akan menurun jumlahnya seiring waktu, nilai proteksi tidak ada lagi," kata dia.
Erlina juga menghimbau masyarakat untuk segera melakukan vaksinasi booster kedua.
"Daripada terlambat lebih baik mumpung situasi tenang di Indonesia, kasus terkendali kita tetap tingkatkan imunitas," kata dia.