Hak Konsumen Dijamin, BPOM Siap Hadapi Tuntutan Jika Kasus Cemaran Obat Terulang
- Pixabay/ Original_Frank
Jakarta, VIVA – Dua tahun belakangan, publik dihebohkan dengan cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) tang terkandung pada obat sirup. Cemaran tersebut diketahui menjadi penyebab anak-anak mengalami Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan jumlah korban Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal sebanyak 312 korban. Dari total itu, 218 korban meninggal dunia dan 94 korban dinyatakan sembuh/rawat jalan.
Akibat insiden ini, selain produsen obat atau perusahaan farmasi, Badan Pengawas Obat dan Makanan juga ikut mendapat sorotan. Sebab BPOM dianggap lalai dalam mengawasi bahan baku obat sirop hingga diterbitkannya nomor izin edar.
Lantas bagaimana BPOM memastikan insiden tersebut tidak kembali terulang di kemudian hari? Kepala BPOM, Taruna Ikrar menjelaskan bahwa selama ini BPOM telah menjalankan tugasnya secara maksimal. Bukti proses menjalankan maksimal itu makanya ada dua sertifikat dari semua perusahaan yang akan mendapatkan Cara Pembuatan Obat Baik (CPOB). itu kan sertifikatnya ada, caranya.
"Selama ini sebelum (CPOB) itu keluar pasti ada tahapan-tahapan dari Badan POM lakukan. Satu, dari pihak perusahaan memasukkan semua dokumen. Setelah dokumen ada, maka Badan POM akan melakukan inspeksi, melihat semuanya secara detail," kata dia kepada awak media saat ditemui di JS Luwansa Jakarta Selatan, Selasa 24 September 2024.
Setelah itu, kata Taruna tim BPOM akan melakukan evaluasi, setelah proses evaluasi tersebut sudah sesuai dengan dokumen dan fakta di lapangan maka BPOM akan mengeluarkan CPOB tersebut.
"Nah, setelah pabriknya berhasil mendapatkan itu (CPOB), maka pabrik mulai memproduksi obat-obat sesuai dengan apa yang jadi formula yang diinginkan. Misalnya, obat batuk, apa kandungan-kandungannya dia sebutkan. Dan
selama ini, semua kandungan-kandungan yang disebutkan itu, karena kita sudah percaya bahwa pabriknya sudah benar, maka kita melihat label, dari label pabrik itu mengeluarkan produknya itu," ujarnya.
Taruna menjelaskan setiap produsen obat harus mencantumkan secara detail kandungan bahan yang terdapat dari obat tersebut. Termasuk zat tambahan seperti pemanis, sirop atau pelarut dan sebagainya.
"Nah, itu dicantumkan di situ. Berdasarkan cantuman itu, perusahaan harus bertanggung jawab dengan isinya," ujar dia.
Namun demikian, Taruna menjelaskan bahwa BPOM juga akan melakukan sampling pemeriksaan di laboratorium untuk memeriksa apakah obat-obat yang diproduksi sudah sesuai dengan kandungan yang tertulis di label obat itu.
"Tapi secara simpel juga, kadang sebelum itu keluar kita lakukan sampling. Kita periksa di laboratorium, apa sesuai dengan kandungannya. Nah, selama ini, obat-obat yang bermasalah tadi sebetulnya sudah berpuluhan tahun. Artinya, semua sudah melalui proses tadi. Kita sudah melakukan seleksi secara tepat," ujarnya.
Terkait dengan alasan mengapa insiden beberapa tahun silam terjadi, Taruna Ikrar menyebut kemungkinan lantaran adanya kecelaan di perusahaan atau pada pabrik produsen obat itu.
"Tapi kenapa terjadi? Mungkin ada kecelakaan atau apa yang terjadi di perusahaan tersebut atau di pabrik tersebut. Itu yang disebut kejadian emergensi. Selama ini badan POM sudah melakukan tindakan secara ketat. Kenapa terjadi? Itu mungkin kecelakaan atau apa dan kecelakannya bukan di badan POM, kecelakannya di industri," kata dia.
Di sisi lain, jika memang insiden tersebut terjadi, BPOM akan bertindak sesuai protapnya yakni menarik produk-produk tersebut dari peredaran. "Menarik dalam arti izinnya, maka kewajiban perusahaan itu menarik semuanya, karena kita mau cegah. Nah, kalau tetap terjadi, maka dampaknya apa? Dampak berikutnya, rakyat bisa menuntut ke perusahaan tersebut dan perusahaan tersebut bisa gulung tikar karena harus bayar denda macam-macam," ungkapnya.
Taruna menambahkan, untuk tidak terjadi di masa berikutnya, maka badan POM berkomitmen lebih saklek lagi. Bukan hanya sekedar melihat label, tetapi juga akan memperbanyak sampling.
"Jadi, dia kirim untuk mendapatkan standar, mendapatkan izin edar. Sebelum izin edar itu, kita minta dikirimin juga contoh dan contoh itu kita tes, itu cara kami menghamdle masalah ini," kata dia.
Taruna juga meyakinkan publik badan POM telah menjalankan tugasnya dengan baik mengenai larutan-larutan tersebut.
“Nah, jadi intinya itu pada sertifikat secara pembuatan obat atau good manufacturing praktis, itu kita sudah lakukan dengan tepat,” kata dia.