Pernah Dialami Sederet Selebriti Muda, Ahli Ungkap Penyebab Bell's Palsy
Jakarta, VIVA – Pernah mendengar Bell's palsy? Bell's palsy merupakan suatu kondisi dimana terjadi kelemahan atau kelumpuhan sementara pada otot-otot di wajah. Hal ini bisa terjadi ketika saraf yang mengontrol otot-otot wajah meradang, bengkak atau terkompresi.
Kondisi tersebut menyebabkan satu sisi wajah terkulai atau menjadi kaku. Dalam kondisi ini, kamu mungkin mengalami kesulitan tersenyum atau menutup mata pada sisi yang terkena.
Sejumlah selebritis Indonesia seperti Samuel Zylgwyn pernah mengejutkan publik lantaran mengungkap dirinya mengalami bell's palsy saat masih berusia muda. Kala itu, dirinya sempat terlibat sinetron stripping.
Aktor yang juga politisi PDI-P, Rano Karno juga sempat menjalani terapi usai didiagnosa dengan Bell's palsy.
Selain itu, aktor dan aktris kenamaan Hollywood seperti Angelina Jolie juga didiagnosa dengan Bell's palsy di tahun 2016 lalu. George Clooney, hingga Pierce Brosnan juga sempat didiagnosis dengan penyakit ini.
Terkait dengan penyakit ini, spesialis saraf, dr. Manfaluthy Hakin, Sp.S (K) mengungkap bahwa Bell's palsy terjadi lantaran beberapa faktor mulai dari infeksi hingga terpaan angin dingin.
"Bell's palsy itu manifestasi pada gangguan saraf wajah, saraf nomor tujuh. Itu bisa disebabkan oleh banyak hal mulai dari infeksi, gangguan aliran darah atau bisa juga terjadi karena terpaan angin dingin sehingga terjadi pembuluh darah menutup akibatnya sarafnya kekurangan aliran darah dan akhirnya terganggu," kata dia kepada awak media saat ditemui dalam acara International Congress of Clinical Neurophysiology di Jakarta baru-baru ini.
Di sisi lain, Luthy sapaannya mengungkap bahwa ketika orang melihat terjadinya perubahan bentuk wajah atau wajah terlihat asimetris, salah satu sisi wajah tampak melorot, sulit tersenyum hingga sulit menutup mata. Maka orang tersebut harus segera datang menemui dokter. Sebab, kata dia sama seperti penyakit saraf lainnya, pengobatan saraf itu akan lebih berhasil jika dilakukan sesegera mungkin.
"Pertolongan pertamanya segera datang ke dokter karena prinsipnya pengobatan saraf akan lebih berhasil jika dilakukan sesegera mungkin. Sama seperti stroke akibat penyumbatan ada waktu maksimum 3 jam kalau datang di bawah dari 3 jam dibawa ke rumah sakit untuk ditentukan pendarahan atau penyumbatan dan itu InsyaAllah bisa pulih lagi. Sering kali terjadi adalah keterlambatan yang akhirnya menyebabkan kerusakan saraf dan otak yang permanen," ujar dia.
Mengenal Neurofisiologi
Sekitar 3,4 miliar orang terdampak masalah kesehatan yang berkaitan dengan otak dan sistem saraf seperti stroke, migrain, Alzheimer, demensia, epilepsi, serta komplikasi neurologis lainnya. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), gangguan neurologis telah menjadi penyebab utama penyakit dan kecacatan secara global, dengan peningkatan sebesar 18% sejak tahun 1990. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menangani gangguan neurologis adalah melalui pendekatan neurofisiologi.
President of International Federation of Clinical Neurophysiology (IFCN), Jonathan Cole, MA, MSc, DM, FRCP, FTPS menjelaskan bahwa pendekatan neurofisiologi melibatkan studi aktivitas listrik di otak dan sistem saraf, untuk mendiagnosis dan memahami gangguan seperti epilepsi, kelainan tidur, dan cedera saraf.
Pendekatan ini kata dia melibatkan penggunaan EEG (elektroensefalogram), EMG (elektromiogram), EP (evoked potential) untuk menganalisis sinyal saraf dan memberikan intervensi yang tepat.
"Meskipun potensinya besar, kesadaran akan pentingnya pendekataan neurofisiologi dalam praktik medis sehari-hari masih terbatas. Banyak yang belum menyadari dampak signifikan yang dapat diberikan dari pendekatan ini dalam mengoptimalkan hasil pengobatan," kata Jonathan.
Semetara itu, dr. Manfaluthy Hakim, Sp.S(K), menekankan pentingnya pendekatan maupun teknologi neurofisiologi seperti EEG, EMG, dan evoked potentials dalam memahami dan menangani penyakit saraf. Dengan pendekatan ini, kita dapat mengintervensi lebih dini, sehingga mengurangi dampak jangka panjang berbagai penyakit neurologis.