Perundungan Ancam Kualitas Dokter, Kemenkes Siapkan Sanksi Berat
- VIVA
Jakarta, VIVA – Praktik perundungan atau bullying di lingkungan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) tengah menjadi sorotan hangat masyarakat. Adapun kasus perundungan di PPDS ini mencuat setelah dr Aulia, seorang mahasiswi PPDS Universita Diponegoro yang ditemukan meninggal di kamar kos.
Perempuan yang mengambil spesialis anastesi itu meninggal setelah menyuntikkan obat diduga dipicu bullying para seniornya. Mengejutkannya, berdasarkan hasil investigasi Kemenkes soal kematian dokter Aulia misalnya, ditemukan bahwa ada dugaan pemerasan senilai Rp20 juta-Rp40 juta per bulan.
Setelah kasus dr. Aulia terungkap, ada juga kasus dugaan perundungan terjadi di lingkungan PPDS Universitas Padjajaran Bandung. Bahkan awal pekan ini Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut selain menyerang fisik dan mental korban, para pelaku menurutnya juga melakukan pelecehan seksual.
Terkait dengan maraknya kasus perundungan di lingkungan PPDS, pihak kementerian Kesehatan sendiri mengaku sudah menindaklanjuti laporan perundungan yang masuk. Pihaknya juga memastikan akan menerapkan sanksi tegas jika diketahui ada pelanggaran yang terjadi.
“Kita terus akan menindaklanjuti laporan perudungan yang masuk dan melakukan investigasi terkait laporan yang masuk dan menerapkan sanksi sesuai hasil investigasi,” kata Plt Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI dr Siti Nadia Tarmizi saat dihubungi VIVA.co.id, Kamis 5 September 2024.
Nadia juga mengungkap bahwa Kemenkes juga sudah menyediakan layanan laporan pengaduan yang bisa dimanfaatkan oleh korban perundungan. Pihaknya juga menjamin akan kerahasiaan dari pelapor.
“Kita mendorong terus untuk melaporkan melalui kanal pengaduan yang kita siapkan,” ujar dia.
Kemenkes sendiri telah memfasilitasi bagi siapapun yang ingin mengadukan kasus perundungan dokter pada pendidikan kedokteran spesialis bisa melalui whatsapp 081299799777 dan website https://perundungan.kemkes.go.id/. Aduan itu nantinya akan diterima oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan dan akan langsung ditelusuri oleh tim Inspektorat. Kemenkes akan menjamin keamanan identitas pelapor.
Setelah terkonfirmasi adanya kasus perundungan, ada 3 jenis sanksi yang diberlakukan bagi pelaku perundungan berdasarkan hasil investigasi tim Inspektorat yang harus ditindaklanjuti oleh pimpinan Rumah Sakit Pendidikan dan juga unit terkait, yakni:
Bagi tenaga pendidik dan pegawai lainnya: a) Sanksi ringan berupa teguran tertulis
b) Sanksi sedang berupa skorsing selama jangka waktu 3 (tiga) bulan; dan
c) Sanksi berat berupa penurunan pangkat satu tingkat lebih rendah selama 12 (dua belas) bulan, pembebasan dari jabatan, pemberhentian sebagai pegawai rumah sakit, dan/atau pemberhentian untuk mengajar.
Bagi peserta didik:
a) Sanksi ringan berupa teguran lisan dan tertulis;
b) Sanksi sedang berupa skorsing paling sedikit 3 (tiga) bulan;
c) Sanksi berat berupa mengembalikan peserta didik kepada penyelenggara pendidikan dan/atau dikeluarkan sebagai peserta didik.
Khusus kepada Pimpinan Rumah Sakit Pendidikan yang terjadi kasus perundungan di rumah sakitnya, dikenakan sanksi:
a. Sanksi ringan berupa teguran tertulis;
b. Sanksi sedang berupa skorsing selama jangka waktu 3 (tiga) bulan; dan
c. Sanksi berat berupa penurunan pangkat satu tingkat lebih rendah selama 12 (dua belas) bulan, pembebasan dari jabatan, dan/atau pemberhentian sebagai pegawai rumah sakit.
Terkait pemberian sanksi, hal tersebut sejalan dengan Instruksi Menteri Kesehatan Nomor HK.02.01/Menkes/1512/2023 tentang Pencegahan dan Perundungan Terhadap Peserta Didik Pada Rumah Sakit Pendidikan Di Lingkungan Kementerian Kesehatan.
Sudah ada 356 laporan perundungan hingga 9 Agustus 2024.
Dalam keterangan terpisah, Juru Bicara Kementerian Kesehatan, dr. M. Syahril mengatakan, sejak Juli 2023 hingga 9 Agustus 2024, Kementerian Kesehatan telah menerima 356 laporan perundungan dengan rincian 211 laporan terjadi di RS vertikal dan 145 laporan dari luar RS vertikal.
Jenis perundungan yang banyak dilaporkan yakni perundungan non fisik, non verbal, jam kerja yang tidak wajar, pemberian tugas yang tidak ada kaitan dengan pendidikan serta perundungan verbal berupa intimidasi. dr. M. Syahril mengatakan, dari hasil investigasi yang dilakukan terhadap 156 kasus bullying, sebanyak 39 peserta didik (residen) maupun dokter pengajar (konsulen) telah diberikan sanksi tegas.
“Kemenkes akan selalu menindak tegas pelaku bullying. Selain itu, namanya juga akan ditandai di SISDMK sebagai pelaku perundungan,” katanya, Senin 19 Agustus 2024 lalu.
Sementara itu, untuk 145 laporan di luar RSV, telah dikembalikan ke instansinya untuk ditindaklanjuti.