Imane Khelif Dicurigai Alami Differences in Sex Development

VIVA Trending: Angela Carini dikalahkan Imane Khelif di Olimpiade Paris.
Sumber :
  • X | JK Rowling

Jakarta, VIVA – Olimpiade tahun ini kembali diwarnai kontroversi besar, kali ini terkait dengan isu perbedaan perkembangan jenis kelamin (Differences in Sex Development/DSD).

Kontroversi ini bermula dari penampilan Imane Khelif, petinju asal Aljazair, yang menuai sorotan tajam setelah kemenangan kontroversialnya dalam pertandingan tinju wanita melawan Angela Carini dari Italia.

Imane Khelif, yang tampil dengan penampilan fisik yang menyerupai laki-laki biologis, mencatatkan kemenangan cepat dalam pertandingan tinju wanita tersebut.

Imane Khelif Vs Angela Carini

Photo :
  • AP Photo

Khelif hanya membutuhkan dua pukulan untuk mengalahkan lawannya, Carini, yang lantas mengekspresikan ketidakpuasan dengan teriakan 'ini tidak adil' saat pertandingan dihentikan. Kemenangan ini memicu perdebatan luas mengenai keadilan dan integritas dalam kompetisi olahraga wanita.

Sebelumnya, Khelif dilarang mengikuti turnamen wanita karena gagal dalam 'gender assessment'. Namun, dengan keputusan kontroversial, ia diberi izin untuk berkompetisi dalam Olimpiade kali ini.

Spekulasi mengemuka bahwa Khelif mungkin menderita DSD, sebuah kondisi langka yang hanya memengaruhi antara 0,05 hingga 1 persen dari populasi dunia.

Kemenangan 46 Detik Petinju Wanita Berpostur Pria Imane Khelif Gegerkan Olimpiade 2024

Apa itu DSD?

Melansir The Indian Express, DSD, atau perbedaan perkembangan jenis kelamin, merupakan kondisi di mana individu dapat memiliki kromosom atau anatomi yang tidak sesuai dengan penampilan gender mereka secara lahiriah.

Tanggapan IOC Soal Kontroversi Gender Petinju Aljazair Imane Khelif

Petinju asal Aljazair, Imane Khelif (kanan)

Photo :
  • AP Photo/John Locher

Kondisi ini, juga dikenal sebagai interseks, bisa menyebabkan individu yang tampak seperti perempuan memiliki kromosom XY atau organ reproduksi laki-laki. DSD adalah istilah umum untuk kondisi-kondisi ini yang muncul sejak dalam rahim dan dapat mempengaruhi bagaimana individu berkembang dan berfungsi, baik secara fisik maupun hormonal. Misalnya, seseorang bisa dilahirkan dengan alat kelamin perempuan tetapi memiliki kromosom XY dan testis internal.

Profil Imane Khelif, Petinju Wanita Biologis Pria yang Bikin Geger Olimpiade Paris

Dalam konteks olahraga, DSD dapat memberikan keuntungan kompetitif. Individu dengan DSD mungkin memiliki kadar testosteron yang lebih tinggi, yang berpotensi meningkatkan kekuatan dan massa otot mereka. Meskipun banyak kondisi DSD terdeteksi saat lahir, beberapa baru terungkap selama pubertas atau melalui tes medis.

Beberapa jenis DSD yang umum termasuk Sindrom Swyer, Sindrom Ketidakpekaan Androgen Lengkap, dan Disgenesis Gonadal Campuran. Sindrom Swyer, misalnya, adalah kondisi di mana seseorang memiliki kromosom XY tetapi penampilan dan alat kelamin eksternalnya mirip dengan perempuan. Individu ini sering mengalami pubertas tertunda dan infertilitas.

Sindrom Ketidakpekaan Androgen Lengkap melibatkan individu dengan kromosom XY yang tidak dapat merespons hormon androgen, sehingga mereka memiliki penampilan perempuan. Disgenesis Gonadal Campuran, di sisi lain, adalah kondisi di mana individu memiliki jaringan ovarium dan testis, menyebabkan ambiguitas genitalia.

Dr. Mala Srivastava, seorang ginekolog dari Rumah Sakit Sir Ganga Ram, Delhi, menjelaskan bahwa Sindrom Swyer mengakibatkan individu memiliki kromosom XY tetapi dengan penampilan luar perempuan.

Meskipun mereka tidak memiliki ovarium, perawatan hormon dan penggunaan sel telur donor dapat memungkinkan mereka untuk hamil. Sedangkan, individu dengan DSD yang memiliki kadar testosteron tinggi mungkin tidak mengalami keuntungan signifikan dalam olahraga jika tubuh mereka tidak merespons hormon tersebut.

Sedangkan menurut Suja P. Sukumar, seorang ahli endokrinologi di Rumah Sakit Renai Medicity, Kochi, individu dengan insensitivitas androgen total tidak akan mendapatkan keuntungan dari kadar testosteron tinggi mereka karena tubuh mereka tidak sensitif terhadap hormon tersebut. Namun, keterlambatan penutupan lempeng pertumbuhan tulang bisa menyebabkan individu dengan DSD memiliki tinggi badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita pada umumnya.

Di samping tantangan medis dan fisik, dukungan psikologis sangat penting bagi mereka yang menderita DSD. Proses penyesuaian diri setelah mengetahui perbedaan antara identitas gender dan kromosom mereka bisa sangat membingungkan dan menantang. Dr. Mala Srivastava menekankan pentingnya menghargai identitas unik mereka dan memberikan dukungan yang memadai untuk membantu mereka menjalani kehidupannya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya