Mana Lebih Baik Sebagai Sumber Karbohidrat, Nasi Putih atau Ubi dan Singkong?
- Eat This
VIVA Lifestyle – Nasi menjadi makanan pokok bagi masyarakat tanah air. Tak makan nasi bisa berarti tidak makan saat itu, begitulah perumpaan yang selalu ada di masyarakat kita.
Nasi putih diketahui memiliki kandungan gula yang cukup tinggi dibanding jenis karbohidrat lainnya. Alhasil jika dikonsumsi berlebihan bisa menyebabkan kadar gula dalam darah melonjak. Scroll lebih lanjut ya.
Lantaran hal itu tidak sedikit dari masyarakat yang mulai beralih mengonsumsi jenis karbohidrat lainnya, sebut saja ubi, atau ketela. Namun seberapa baik ubi dan ketela dibanding nasi?
Spesialis penyakit dalam konsultan endokrinologi metabolik dan diabetes, dr. Hans Tandra, MD, PhD, Sp.PD-KEMD, FACE angkat bicara. Dalam potongan video yang diunggah di akun TikTok @fashionhomeliving, ubi dan ketela bisa menjadi sumber karbohidrat pengganti nasi.Â
"Ubi dan ketela itu sebetulnya juga nasi, itu juga karbo. Tepung-tepung, yang namanya sayuran zat pati, root vegetable, root itu artinya akar-akaran. Jadi ubi, singkong, ketela, walu, labu, talas, sagu itu termasuk golongan ubi-ubian," kata dia.
Dia menjelaskan bahwa ubi dan ketela sendiri sebenarnya sudah lama dikonsumsi oleh masyarakat di pedesaan. Kebiasaan konsumsi ubi, ketela, singkong dengan sayur-sayuran di kalangan masyarakat pedesaan kata dia membuat mereka menjadi lebih sehat dibanding masyarakat perkotaan.
"Masyarakat pedesaan itu mereka makan itu mungkin nasi mereka kurang makan, tapi mereka makan ubi. Masyarakat kita dulu memang angka kejadian diabetes tidak sebesar di kota. Karena orang desa itu makan sederhana, tapi walaupun singkong banyak makan sayur-sayur daun pepaya, daun singkong. Mereka ada serat," ujarnya.
Namun hal ini berbeda terbalik dengan masyarakat di perkotaan. Mereka memilih untuk mengonsumsi nasi serta singkong dan ubi sebagai camilan, yang alhasil bisa membuat kenaikan kadar gula.
"Susahnya adalah banyak orang-orang kita makan nasi lalu nanti ngemilnya goreng singkong, sore goreng telo. Berarti nasi plus nasi plus nasi dan itu bahaya, gula kita bisa melonjak tinggi," katanya.
Hans menjelaskan bahwa penting untuk mengubah pola makan. Caranya dengan mengatur konsumsi nasi pada pagi hari atau siang hari, sementara singkong atau ketela dikonsumsi pada sore hari.Â
"Kebiasaan seperti itu mesti harus diganti kalau Anda makan nasi kemudian sore makan singkong enggak apa-apa, tapi tetap ada sayurannya. Untuk tengah-tengahnya ngemil lebih baik buah potong," kata dia.
Di sisi lain, Hans juga menyoroti perubahan perilaku di masyarakat pedesaan belakangan ini. Jika sebelumnya masyarakat pedesaan makan-makanan lebih sehat kini mereka juga sudah mulai terpapar dengan makanan junk food.
"Rapi sekarang beda, orang desa banyak kena diabet. Zaman dulu orang desa itu banyak bekerja, mereka banting tulang, sekarang mungkin karena industrialisasi mereka juga banyak makan junk food, kue-kue banyak, akhirnya di seluruh dunia jadi seluruh dunia pandemi gemuk dan pandemi diabet. Separuh dunia calon gula kata WHO, negara kita adalah nomor lima paling banyak jumlah penyumbang pasien diabet di dunia
Hans menekankan kepada masyarakat untuk selalu membatasi konsumsi karbohidrat berlebihan demi menjaga kesehatan.
"Jadi selalu batasi karbo, jamnya diatur pagi seperti raja, siang seperti pangeran, malam seperti orang miskin selalu ada sejumlah sayur," katanya.